Connect with us

Headline

DJPL 44 Perusahaan Tambang Bauksit di Bintan Rp145 Miliar Raib, Laporan LI-BAPAN Kepri Direspons Kejagung

redaksi.kabarbatamnews

Published

on

Screenshot 20240725 221200 Whatsapp
Ketua LI-Bapan kepri Ahmad iskandar Tanjung bersama tkm saat memberikan keterangan pers kepada wartawan, di Tanjungpinang.

Tanjungpinang, Kabarbatam.com – Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lembaga Investigasi Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara (LI-BAPAN) Wilayah Kepri, Ahmad Iskandar Tanjung, mengungkapkan, pihaknya telah melaporkaan dugaan raibnya uang dana jaminan pengelolaan lingkungan (DJPL) bekas tambang bauksit di Bintan  ke Kejagung RI, pada Juni 2020 lalu.

Laporan tersebut langsung ditindaklanjuti oleh Kejagung RI melalui Jaksa Agung Muda (JAM) Intelijen Kejagung pada Mei 2024 lalu.

“Pihak JAM Intelijen Kejagung telah menanggapi laporan kami pada Mei 2024, dan naik ke JAM Pidsus pada 8 Juli 2024. Kejagung menyatakan bahwa akan melakukan pemanggilan kepada para pihak terkait dengan DJPL tersebut,” jelas Iskandar.

Iskandar mengatakan, Kejagung merespon laporan LI-BAPAN Kepri itu atas surat rekomendasi dari Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) RI.

“Dan Kejagung memanggil dan memeriksa Inspektorat Bintan pada Maret 2024,” tegas Iskandar kepada wartawan, di Tanjungpinang, Selasa (23/4/2024).

Pemanggilan dan pemeriksaan tersebut, kata dia,  menindaklanjuti dugaan DJPL 44 perusahaan tambang bauksit yang beroperasi di wilayah Bintan belasan tahun lalu, yang disimpan di PT BNI (Persero) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bintan sekitar Rp145 miliar telah raib.

“Perlu kami tegaskan, hasil audit BPK pada tahun 2016, tahun 2018, dan tahun 2020, bahwa dana reklamasi bekas tambang bauksit di Kabupaten Bintan tersebut tidak ada lagi di kedua bank itu,” jelasnya.

Pertanyaannya, sambung dia, kemana raibnya uang tersebut? Ia menerangkan, yang bisa mencairkan uang DJPL di kedua bank itu hanya ada dua pihak yakni, direktur perusahaan tambang, dan Bupati Bintan periode 2005-2015 kala itu, Ansar Ahmad.

“Untuk itu kami laporkan kasus tersebut ke Aparat Penegak Hukum (APH), segera melakukan penyelidikan dan penyidikan atas raibnya uang reboisasi dari 44 perusahaan pasca tambang tersebut,” tambahnya.

Iskandar meminta pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri untuk mengusut tuntas kasus dugaan korupsi DJPL tersebut. “Karena JAM Pidsus Kejagung telah meneruskan proses penanganan perkara itu ke Kejati Kepri,” tutupnya.

Iskandar menambahkan, hasil supervisi KPK RI ditemukan ada 63 perusahaan tambang bauksit yang menyetorkan DJPL ke dua bank pelat merah itu, senilai Rp168 miliar. “Bahkan KPK juga menyatakan uang itu sudah tidak ada lagi di kedua bank tersebut,” ungkapnya.

Ia kembali mengatakan, pihaknya telah melaporkan permasalahan itu ke Bareskrim Polri, Kemensesneg, KPK, serta Kejagung RI. “Dari tiga APH itu, hanya Kejagung yang memproses dan menindaklanjuti laporan kami,” pungkasnya.

Iskandar menyebutkan perusahaan tambang bauksit di Bintan saat itu di antaranya, PT Bintan Riau Jaya dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi pada tahun 2007 seluas 26 Hektare (Ha), PT Bukit Panglo IUP tahun 2008 seluas 41 Ha, PT Shanido Indah tahun 2009 seluas 44 Ha.

Selanjutnya, PT Bintan Inti Sukses (BIS) tahun 2010 seluas 57 Ha, PT Tunggul Ulung Makmur tahun 2010 seluas 62,5 Ha, PT Gunung Sion tahun 2011 seluas 756,45 Ha, PT Tri Panorama Setia tahun 2011 seluas 54,81 Ha, serta Bintan Cahaya Terang tahun 2012 seluas 741,5 Ha.

Ansar Ahmad, mantan Bupati Bintan pada periode tersebut, saat berusaha dikonfirmasi belum memberikan tanggapan. Kabarbatam.com yang berusaha menghubungi nomor ponselnya untuk meminta konfirmasi, tidak merespon panggilan telepon wartawan media ini.

Pesan singkat untuk konfirmasi terkait DJPL perusahaan tambang bauksit di Bintan yang juga dikirimkan melalui nomor WA Gubernur Kepri hingga berita ini diterbitkan belum direspons. (Hel)

Advertisement

Trending