Connect with us

Batam

Kisruh Lahan Kaveling Sambau, Komisi I DPRD Batam Minta Warga dan PT Capana Menahan Diri

redaksi.kabarbatamnews

Published

on

F117337344
RDPU tentang status lahan dan lahan untuk sekolah di Kaveling Sambau RT 07/RW 04, Kelurahan Sambau, Kecamatan Nongsa. (Foto: Kabarbatam.com/Atok Suprapto)

Batam, Kabarbatam.com – Komisi I DPRD Kota Batam akan melakukan peninjauan dan pengukuran lahan yang menjadi polemik di masyarakat Kaveling Sambau, RT 07/RW 04, Kelurahan Sambau, Kecamatan Nongsa, Batam.
Hal tersebut diungkapkan oleh anggota Komisi I DPRD Kota Batam Utusan Sarumaha saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tentang status lahan dan lahan untuk sekolah di Kaveling Sambau RT 07/RW 04, Kelurahan Sambau, Kecamatan Nongsa, Batam, bertempat diruang rapat Komisi I DPRD Kota Batam, Jumat (25/9/2020) sore.
Lahan seluas 5,8 hektare yang diklaim oleh PT Capana dan saat ini telah berdiri Sekolah Tabita serta pemukiman masyarakat, kini menjadi polemik.
Pasalnya, antara PT Capana dan masyarakat Sambau saling mengklaim bahwa lahan seluas 5,8 hektare itu milik mereka, berdasarkan dokumen-dokumen yang dimiliki kedua belah pihak.

Anggota DPRD Batam Utusan Sarumaha

Anggota DPRD Batam Utusan Sarumaha


Salah satu tokoh masyarakat, Roso mengatakan, bahwa pihaknya memiliki surat Hak Pengalokasian Lahan (HPL) yang saat ini berdiri Sekolah Tabita dan pemukiman warga. Bahkan ia mengakui, pemukiman tersebut dilengkapi dengan sertifikat.
“Lahan yang diklaim PT Capana itu seluas sekitar 5,8 hektare (ha) di sana. Hanya saja, dari 5,8 hektare ada sekitar 60 meter tanah Kaveling siap bangun (KSB). Nomor Hak pengalokasian lahan (HPL) adalah 217, kami sudah ada surat, bahkan sertifikat rumah warga di sana sudah ada. Jadi PT Capana jangan main-main,” ungkap Roso dengan nada keras.
Menanggapi permasalahan tersebut, anggota Komisi 1 DPRD Kota Batam Utusan Sarumaha menyampaikan, bahwa pihaknya akan melakukan peninjauan dan pengukuran lahan yang menjadi polemik kedua belah pihak.
“Kami akan jadwalkan kedepan untuk memastikan lokasi, bila memang lokasinya benar maka kita akan merumuskan, merekomendasikan supaya BP Batam melakukan kebijakan bagaimana masyarakat mendapatkan tempat tinggal yang layak,” ujar Utusan.
Dijelaskannya, dari tahun 2003, PT Capana sudah mendapatkan izin prinsip dan pada tahun 2012 sudah membayar WTO, semestinya lokasi itu di pagar, lalu di pasang plang. Namun, hingga beberapa tahun itu dibiarkan, seakan-akan lokasi itu tidak ada tuannya.
“Bila nanti kita sudah meninjau lokasi, sudah jelas objeknya. Bila tidak ada kesepakatan tentu kami akan mengeluarkan rekomendasi,” terangnya.
Sementara itu, ia berharap, PT Capana agar dapat menahan diri, tidak melakukan manuver-manuver yang menciptakan kegaduhan reaksi sosial, sampai pada akhirnya menimbulkan keresahan sehingga menjadi Batam tidak kondusif,” pungkasnya. (Atok)

Advertisement

Trending