Connect with us

Batam

Dinas Kehutanan Kota Batam Telusuri Indikasi Jual Beli Kaveling di Kawasan Hutan Lindung Kebun Hutan Lestari Kabil

akhlilfikri

Published

on

Img 20210712 Wa0204

Batam, Kabarbatam.com – Adanya indikasi jual beli kaveling secara ilegal di kawasan hutan lindung tepatnya di Perkebunan Hutan Lestari, Kelurahan Kabil, Kecamatan Nongsa, Dinas Kehutanan Kota Batam bakal turun kelapangan melakukan penindakan.

Hal itu diungkapkan oleh Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit II Batam Lamhot Sinaga saat dihubungi awak media, Selasa (13/7/2021).

Lamhot Sinaga mengatakan, kawasan hutan lindung yang dijadikan kaveling atau pemukiman warga merupakan kesalahan. Tentu, terkait adanya laporan tersebut pihaknya akan mencoba melakukan pendataan dan menelusuri adanya indikasi jual beli kaveling secara ilegal.

“Tentu hal ini akan kita sikapi, kita akan cari siapa oknum yang memperjual belikan kaveling kaveling tersebut,” ungkap Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit II Batam Lamhot Sinaga .

Diberitakan sebelumnya, lebih dari 1 hektare lahan perkebunan di kawasan hutan lindung tepatnya berada di Kebun Hutan Lestari, Kelurahan Kabil, Kecamatan Nongsa disulap menjadi Kaveling Siap Bangun (KSB).

Lahan hutan lindung seluas kurang lebih 15 hektare yang dulunya diperuntukkan sebagai perkebunan sekaligus kawasan penghijauan kini telah beralih fungsi sebagai pemukiman padat penduduk.

Pembina Kelompok Tani Hutan Lestari, Akmal menuturkan, pada tahun 2012 silam telah terbentuk suatu kelompok tani yang bernama Kelompok Tani Hutan Lestari. Sesuai kesepakatan bersama, pada tahun 2012 anggota Kelompok Tani Hutan Lestari beserta ketua bersama-sama ke Dinas Kehutanan Kota Batam untuk meminta izin lahan tersebut agar dijadikan sebuah perkebunan dengan syarat tidak berdiri pemukiman padat penduduk.

“Lahan ini merupakan lokasi perkebunan untuk penghijauan sebagai mana amanah pemerintah terhadap kami Kelompok Tani Hutan Lestari. Namun, kenyataannya berbeda, dalam kurun waktu 1 tahun terakhir ini lahan yang diperuntukkan sebagai perkebunan itu, kini telah beralih fungsi menjadi pemukiman yang nyaris padat penduduk hingga adanya kavling-kavling ilegal yang diperjual belikan secara murah meriah,” ungkap Akmal, Senin (12/7/2021).

Pihaknya telah menduga sejak awal, penduduk yang bermukim di lahan tersebut semakin hari bertambah pesat. Kurang lebih 50 kepala keluarga menghuni lahan perkebunan tersebut.

“Kita berfikir kok begitu cepat laju penduduk yang tinggal di area perkebunan ini. Hingga adanya kavling-kavling yang di jual belikan. Padahal, saat itu kita komitmen bahwa tidak ada yang boleh menjual lahan ini untuk dijadikan Kaveling Siap Bangun,” ujar Akmal.

Tak hanya itu, padatnya populasi penduduk yang menghuni kawasan perkebunan itu hingga pada akhirnya terjadi pembentukan sebuah RT yakni RT 05/RW 17 Kelurahan Kabil, Kecamatan Nongsa.

“Sebelumnya kami sudah mengundang ketua RT 05 untuk duduk bersama agar tidak terjadi sebuah benturan. Namun hingga saat ini tidak terjadi pertemuan tersebut lantaran pihak RT beralasan sibuk,” tutur Akmal.

Tentu, dengan perubahan alih fungsi lahan perkebunan itu, Kelompok Tani Hutan Lestari berharap supaya lahan ini tetaplah menjadi sebuah lahan perkebunan Kelompok Tani Hutan Lestari bukan Kaveling Siap Bangun (KSB).

“Bahkan baru-baru ini di area pemukiman warga tersebut sempat terjadi keributan adanya pihak yang melakukan penyerobotan lahan untuk dijadikan jalan menuju perumahan. Pada intinya kami ingin lahan ini menjadi lahan perkebunan seperti semula dan bukan Kaveling Siap Bangun,” tambahnya .

Sementara itu, diwaktu yang sama, Ketua Kelompok Tani Hutan Lestari Nikson Sihombing, S.H, mengatakan hadirnya pemukiman serta Kaveling Siap Bangun di lahan perkebunan itu telah mengganggu aktivitas perkebunan dari kelompok tani.

“Sudah jelas, sejak tahun 2016 BP Batam telah meniadakan Kaveling Siap Bangun (KSB). Namun, disini sudah terbentuk sebuah RT berarti sudah jelas bangunan dan kaveling-kaveling disini adalah KSB yang diduga ilegal,” beber Nikson.

Lanjut Nikson, selain pemukiman, dugaan adanya sebuah gelanggang judi yakni sabung ayam tentu hal itu menambah lagi resah para pekebun.

“Tambah lagi adanya gelanggang judi sabung ayam, bisa-bisa jadi tempat prostitusi nanti ini kalau tidak ada tindakan,” terangnya.

Aksi jual beli kaveling secara ilegal, kata Nikson, berlangsung sejak satu tahun yang lalu dengan harga bervariasi yakni 1 unit kaveling dibanderol dengan harga mencapai Rp 3 juta hingga Rp 6 juta tergantung luas pada ukuran lahan.

Bukti jual beli kaveling yang diberikan kepada warga hanya beralaskan kwitansi tanpa adanya surat kepemilikan dan diduga penjual kaveling tersebut adalah oknum mantan RW yang juga sebagai pemilik kebun.

Jadi, dengan aksi jual beli kaveling secara ilegal tentu harus diusut secara hukum. Oknum yang memperjual belikan lahan ini yang diduga oknum mantan RW dan merupakan salah satu anggota perkebunan harus bertanggung jawab,” pungkasnya. (Atok)

Advertisement

Trending