Connect with us

Headline

Kejari Natuna Tahan 2 Tersangka Dugaan Korupsi Rehabilitasi Mangrove di Desa Pengadaha

Published

on

Img 20250709 wa0081
Kejaksaan Negeri (Kejari) Natuna menetapkan dua orang sebagai tersangka dan melakukan penahanan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan percepatan rehabilitasi mangrove di Desa Pengadah, Kabupaten Natuna, Senin (7/8) kemarin.

Natuna, Kabarbatam.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Natuna menetapkan dua orang sebagai tersangka dan melakukan penahanan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan percepatan rehabilitasi mangrove di Desa Pengadah, Kabupaten Natuna, Senin (7/8) kemarin.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Natuna, Tulus Yunus Abdi, SH, MH, mewakili Kepala Kejari Natuna Surayadi Sembiring, SH., MH., menyampaikan bahwa penahanan dilakukan terhadap dua tersangka berinisial ER dan ES. Penahanan tersebut berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: PRINT-01/L.10.13/Fd/07/2025 dan PRINT-02/L.10.13/Fd/07/2025 tertanggal 7 Juli 2025.

Penahanan dilakukan oleh tim Kejari Natuna yang juga terdiri dari Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus, Denny, SH; Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara, Muhammad Said Lubis, SH; Kepala Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan, Karya So Immanuel Gort, SH, MH; serta Kasubsi Penyidikan, Hanif Prayoga, SH..

Kasi Intel Tulus menjelaskan, kegiatan rehabilitasi mangrove ini merupakan bagian dari program nasional yang difasilitasi oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), lembaga yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Tahun 2020.

BRGM diberi mandat untuk mempercepat rehabilitasi mangrove di sembilan provinsi prioritas, termasuk Kepulauan Riau.

Di Natuna, program ini pertama kali dijalankan pada tahun 2021 melalui skema Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Kegiatan dilaksanakan secara swakelola oleh Kelompok Tani Semintan Jaya seluas 20 hektar.

“Pada tahun 2023, BRGM kembali memfasilitasi rehabilitasi tambahan seluas 51 hektar oleh Semintan Jaya dan 60 hektar oleh Kelompok Tani Jaya, dengan anggaran dari APBN,” jelasnya.

Namun dalam pelaksanaannya, sambungnya, penyidik menemukan sejumlah penyimpangan. Para ketua kelompok diduga merekrut anggota yang tidak memahami alur penggunaan dana, kemudian menahan buku rekening dan kartu ATM milik para anggota. Akibatnya, honorarium tidak dibayarkan secara penuh.

“Selain itu ada praktik mark-up dalam pengadaan benih dan ajir, serta pembuatan laporan pertanggungjawaban fiktif. Tindakan tersebut dinilai menguntungkan diri sendiri dan merugikan negara,” ujarnya.

Kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Subsider, keduanya juga dijerat dengan Pasal 3 jo Pasal 18 undang-undang yang sama.

“Akibat perbuatan tersangka, negara ditaksir mengalami kerugian sebesar Rp552.005.267. Penahanan dilakukan dengan mempertimbangkan kekhawatiran bahwa tersangka dapat melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya sebagaimana diatur dalam Pasal 21 KUHAP,” pungkasnya. (Man)

Advertisement

Trending