Connect with us

Batam

Kekerasan pada Perempuan dan Anak di Batam Harus Jadi Atensi Semua Stakeholders

redaksi.kabarbatamnews

Published

on

F115016448

Batam, Kabarbatam.com– Jaringan organisasi anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Kota Batam menggelar Refleksi Akhir Tahun Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan, Anak dan Buruh Migran Kota Batam, Kamis (12/12/2019) di Lantai 9, Pacific Hotel, Jodoh, Batam.
Beberapa nara sumber hadir dalam kegiatan ini, yakni; Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kepri Erry Syahrial. Kanit Renata Subdit IV Ditreskrimum Polda Kepri Ipda Yanti Harefa, Kabid PPA Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Kepri Ahmad Husaini Shir dan Dewan Majelis Etik AJI Kota Batam Anwar Sadat Guna, mewakili Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Batam.
Sebelum acara dimulai, diawali dengan doa bersama. Menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, dan tari-tarian dari Ibu-Ibu Kelurahan Mangsang dengan judul “Stop Kekerasan pada Perempuan dan Anak”. 

Setelahnya, masuk sesi diskusi. Keempat nara sumber memaparkan soal upaya-upaya yang telah dilakukan dalam menangani dan mencegah kekerasan terhadap perempuan, anak, dan buruh migran. 
Ipda Yanti Harefa mengatakan bahwa Polda Kepri sangat konsen dalam menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan kekerasan terhadap anak dan perempuan. “Di tahun ini ada beberapa kasus yang kamu tangani. Perkaranya kita limpahkan ke kejaksaan untuk selanjutnya diteruskan ke pengadilan,” ungkapnya. 
Di antaranya kasus pembully-an di salah satu SMA di Batam, dimana seorang siswanya menjadi korban. Bahkan videonya telah menyebar sampai ke media. “Penanganannya tak hanya dari kepolisian, tetapi juga melibatkan yang lain yakni psikolog, KPPAD, organisasi pemerhati masalah anak, dan dinas terkait,” ungkapnya. 
Selain itu, Polda Kepri juga menangani dugaan TPPO atau trafficking seorang anak yang diduga melibatkan pamannya. Dimana anak tersebut akan dibuatkan akte bahkan telah diterbangkan ke Medan untuk di sekolahkan di sana. 

Erry Syahrial menambahkan, institusinya hingga hari ini juga konsen mengawal kasus-kasus kekerasan terhadap dan anak. Ada beberapa kasus yang ditangani. Di antaranya anak yang dieksplotasi oleh ayahnya. Terkait kasus tindak pidana narkoba.
“Kasus lainnya yang kami kawal juga yakni ibu dan anaknya yang di’sekap’ di dalam rumahnya oleh debt kolektor. Kami dampingi hingga orangtua bisa dapat memenuhi kebutuhannya. Kita bekerja sama dengan Baznas,” ujarnya. 
Sementara itu, Anwar Sadat Guna lebih pada perspektif media dalam menulis dan memberitakan kasus-kasus kekerasan pada anak dan perempuan. Dalam konsep pemberitaan, sebisa mungkin identitas anak, foto dan alamat korban tidak disebutkan secara gamblang.
“Ada etika jurnalistik yang harus dipatuhi wartawan dalam pedoman penulisan kasus seperti ini. Nama korban diinisialkan, tidak menampilkan foto anak atau korban, dan tidak menuliskan alamat lengkap anak atau korban,” ujarnya. 

Dalam pedoman penulisan, sambung Anwar, metode penulisan harus ramah anak. “Meski kasus-kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan selalu menjadi konsumsi pemberitaan, tetapi ada rambu-rambu yang mesti dipatuhi,” ujarnya. 
AJI Batam juga mendorong agar mitra jurnalis yakni kepolisian dapat bekerja sama dengan baik dalam memberikan informasi-informasi pengungkapan dan juga proses penanganan setiap kekerasan pada perempuan dan anak,” paparnya.
Sementara itu, berdasarkan data kekerasan yang dihimpun sembilan jaringan anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) selama 2019 terdapat sekitar 186 orang yang menjadi korban. Dengan rincian TPPO dan buruh Migran sebanyak 91 orang, dan korban kekerasan pada anak dan perempuan 54 orang, sedangkan anak 41 orang.
Koordinator Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKP-PMP) Kepri Pastor Chrisanctus Paschalis Saturnus mengatakan, Batam sebagai kota transit memang perlu penanganan lebih gesit. Untuk mencegah dan memerangi kekerasan terhadap perempuan, anak dan buruh migran.
“Angka 186 itu terbanyak di Sagulung. Memang bukan pekerjaan yang mudah untuk menangani ini. Untuk itu, kami minta peran semua pihak. Termasuk kepolisian, aparat dari stakeholders lain, Pemko Batam dan jaringan anti TPPO untuk bersama-sama memerangi kekerasan pada perempuan dan anak,” kata pria yang akrab disapa Romo Paschal itu.
Romo mendorong agar Peraturan Daerah Kota Batam No 2 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak dimaksimalkan penerapannya oleh Pemko Batam dan stakeholder lainnya. “Dan kami mendorong agar rumah sakit pemerintah menggratiskan biaya visum kepada korban kekerasan sebanyak 400 per tahun,” tambahnya.
Seperti diketahui, acara ini telah dimulai sejak 25 November – 12 Desember 2019. Sembilan wadah ini antara lain,Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKP-PMP) Kepri, P2TP2A Kota Batam, Yayasan Embun Pelangi, Rumah Faye, Yayasan Dunia Viva Wanita, Yayasan Gerhana, Yayasan Lintas Nusa, LIBAK dan Gembala Baik.(*)

Advertisement

Trending