Connect with us

Headline

Netizen, Ayo Hadapi Covid-19 Dengan Peduli, Cerdas, Kritis dan Edukatif

redaksi.kabarbatamnews

Published

on

F34185216
Wahai Netizen, Bijak bersosial media itu baik, Kepo Terkait Identitas Pasien Covid-19, Bukan Solusi Pencegahan (foto : Ilustrasi)

KABARBATAM.COM – Sejak wabah virus corona atau Covid-19 merebak secara masif dan luas diberbagai belahan bumi termasuk pelosok penjuru Indonesia tercinta. Tak luput dari sasarannya, virus ini juga sampai ke Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau.

Akibat dari penyebaran virus ini bukan hanya mengancam nyawa penderita yang terpapar namun juga berdampak pada ekonomi secara luas, disisi lainnya juga terdapat polemik ditengah masyarakat terkait identitas pasien yang disembunyikan.

Di Kabupaten Lingga, dampak ekonomi akibat dari virus ini juga dirasakan oleh masyarakat kabupaten yang dikenal dengan sebutan Bunda Tanah Melayu ini. Dari data pertanggal 20 Oktober 2020 cacatan Satgas Covid-19 Kabupaten Lingga terdapat 5 pasien positif Covid-19 dengan rincian 2 orang sedang menjalani karantina di Pagoda Dabo Singkep, 2 sembuh dan 1 meninggal dunia di Kota Batam.

Kinerja Satgas Penanganan Covid-19 Kabupaten Lingga yang terdiri dari unsur instansi vertikal dan Pemkab Lingga patut diapresiasi sebab selain bertengger lama dengan zona hijau dan belum lama ini naik status menjadi zona kuning, petugas terus menerus melakukan sosialisasi, himbauan dan edukasi ke masyarakat terkait protokol kesehatan.

Gerakan prokes dilakukan petugas sangat masif, baik itu melalui media sosial maupun terjun langsung kelapangan, namun ketika ada kasus suspek ataupun positif Covid-19 yang disiarkan melalui siaran pers dan lewat pemberitaan karya jurnalistik, masih terdapat sebagian masyarakat yang menyesalkan terkait tertutupnya identitas pasien.

Dalam hal ini, Satgas Penanganan Covid-19 dalam menyiarkan siaran pers ataupun pemberitaan karya jurnalistik menyembunyikan identitas dan alamat lengkap pasien suspek atau positif Covid-19 tentunya memiliki dasar, baik itu kode etik ataupun bersifat kemanusiaan.

Terkait hal tersebut agar keresahaan sebagian masyarakat tidak menimbulkan atau memicu polemik ditengah masyarakat, pada tulisan ini akan diulas sebab akibat dan mengapa identitas pasien disembunyikan atau hanya diinisalkan baik itu wilayah tempat tinggal ataupun nama lengkapnya.

Kekesalan ataupun kritikan tersebut memang tidak secara masif dilakukan dalam bentuk demonstrasi atau aksi yang mengumpulkan massa dalam bentuk penolakan, namun netizen berkoar-koar melalui ketikan komentar ataupun status unggahan nya di media sosial, dengan menyalahkan pewarta yang tidak menyajikan informasi secara lengkap serta menyalahkan Satuan Tugas Covid-19 yang menyembunyikan data identitas lengkap pasien.

Terkait hal tersebut, dalam tulisan ini mari ditelaah dan kupas tuntas agar gerakan komentar masif Netizen di media sosial tidak memicu keresahan ditengah masyarakat yang disebabkan keinginan tahuan terhadap identitas pasien Covid-19. Setiap manusia memiliki hak berpendapat atau memiliki HAM (Hak Azasi Manusia) yang sama, namun jika akibat dari komentar yang berlebihan dapat mencederai hak orang lain atau privasi individu maka tidak menutup kemungkinan akan berdampak negatif.

Sebelum dilanjutkan tulisan ini, bijak dalam bersosial media itu sangat baik, dan seperti diketahui bersama tidak sedikit seseorang tersandung masalah hukum akibat dari tidak bijaknya bersosial media. Seperti pepatah menyebutkan Mulut mu Harimau mu dan saat ini juga ngtrend pepatah Jemari mu Jeruji mu.

Agar tulisan ini lebih akurat dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan, penulis menghadirkan 3 narasumber terkait mengapa dan kenapa identias pasien Covid-19 tidak dipublikasikan secara gamblang oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam penanganan Covid-19.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Lingga dr. Indra Jaya, SpA menjelaskan, menimbang dan mengingat letak geografis dan kentalnya budaya suatu daerah serta typikal masyarakat lalu didukung dengan ruang lingkup wilayah yang kecil, maka dengan segala pertimbangan terhadap kasus Covid-19 terkait identitas disamarkan atau dirahasiakan, hal itu juga sesuai dengan kode etik kedokteran Indonesia, UU nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dan UU nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

“Pada prinsipnya setiap pasien mempunyai hak mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya. Dalam undang-Undang Nomor 29 tahun 2004  tentang praktik kedokteran pasal 48, disebutkan bahwa setiap dokter atau dokter gigi wajib menyimpan  rahasia kedokteran, dan hanya dapat dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, atas permintaan aparat penegak hukum untuk penegakan hukum, atau berdasarkan permintaan pasien sendiri.

Demikian juga diatur dalam Pasal 32 huruf (i) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,” kata Indra Jaya

Lebih lanjut dikatakan oleh Indra Jaya, dokter spesialis anak  yang bertugas di RSUD Dabo Singkep ini menjelaskan, hal serupa juga diatur dalam Pasal 57 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang  Kesehatan dan Pasal 17 huruf h angka 2 Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Yang intinya kedua undang-undang tersebut lanjut dokter Indra Jaya, pada dasarnya mengatur bahwa setiap orang berhak atas terjaganya kerahasiaan kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan dan setiap badan publik.

Salah satunya mengenai riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik dan psikis, karena apabila dibuka dan diberikan kepada orang lain dapat mengungkapkan rahasia pribadi yang bersangkutan.

Masih kata dr. Indra Jaya dan berkaitan dengan kode etik kedokteran dan dunia kesehatan terkait pasien, rumah sakit dapat melakukan penolakan atas pengungkapan segala informasi kepada publik yang tentunya demi kerahasiaan kedokteran serta menaati kode etik kedokteran dan pelayanan kesehatan.

Agar tulisan ini dapat bersama dipahami tentunya dimengerti publik secara luas agar tidak menimbulkan keresahan ditengah-tengah masyarakat terkait identitas Covid-19 dengan alibi agar lebih berhati-hati, atau hanya pengen kepo [rasa ingin tahu yang berlebihan] saja terhadap pasien yang terpapar Covid-19, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Lingga Wirawan Trisna Putra, SKM juga dihadirkan sebagai narasumber dalam tulisan ini.

Menurut dia, dengan segala usaha, tenaga serta pikiran, Satgas Penanganan Covid-19 dalam menjalankan tugas tentunya juga dapat terpapar, sebab petugas juga manusia biasa sama halnya dengan masyarakat pada umumnya. Adapun tujuan utama Satgas Penanganan Covid-19 yang terdiri dari tenaga kesehatan dan unsur TNI-Polri, Kejaksaan dan sebagainya semata-mata bertujuan untuk selain memutuskan mata rantai penyebaran serta memberangus Covid-19 juga untuk melindungi masyarakat dengan upaya memberikan edukasi dan himbauan.

Untuk itu Wirawan mengajak agar masyarakat untuk lebih menjaga diri masing-masing dengan mematuhi protokol kesehatan anjuran pemerintah daripada sibuk mencari tahu identitas pasien yang terpapar Covid-19. Sebab untuk saat ini dengan mematuhi protokol kesehatan satu-satunya cara agar individu atau diri pribadi dapat terhindar dari terpaparnya Covid-19.

Terkait identitas pasien bukan bermaksud untuk menutup-nutupi namun selain terkait kode etik juga bersifat kemanusiaan menjaga hak pasien sebab tidak menutup kemungkinan pasien, keluarga, kerabat serta lingkungan mendapati dampak sanksi sosial, dikucilkan, digunjingkan dan sebagainya akibat dari virus yang menyebar lewat sentuhan dan sebagainya ini.

Jika alibi publik terkait data pasien Covid-19 untuk lebih mengetahui atau lebih berhati-hati dalam melakukan hubungan sosial ditengah-tengah masyarakat, menurut hemat Wirawan Trisna Putra, agar personal atau individu mematuhi atau mengikuti anjuran pemerintah dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19 4M yang meliputi menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak serta menghindari kerumuman

“Insya Allah, ketika Prokes ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari kita akan terhindar dari Covid-19. Dan itulah sebabnya pemerintah mengeluarkan dan menganjurkan terkait Prokes tersebut. Perlu juga digaris bawahi, pasien, ODP, OTG atau suspek yang terdeteksi oleh petugas akan dilakukan karantina dan pemantauan ketat oleh petugas untuk diperhatikan kesehatannya,” kata Wirawan Trisna Putra.

Disisi lainnya terlepas dari dunia kesehatan ataupun kedokteran, berbicara pemberitaan atau karya jurnalistik, untuk diketahui wartawan atau reporter dalam melakukan peliputan dan struktur penulisan sebuah karya jurnalistik diatur atau harus mengikuti kaidah jurnalistik atau kode etik jurnalistik.

Pada tulisan ini, agar lebih akurat maka penulis menghadirkan narasumber yang tentunya berkompeten dan tidak diragukan lagi dalam hal reporting dan dunia jurnalistik yakni, Jhony Prasetya selaku Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lingga.

“Wartawan itu ada kode etik, wartawan juga tidak kebal hukum. Wartawan dalam peliputan juga harus berpegang kepada kode etik jurnalistik Undang-undang pers Nomor 40 tahun 1999, yang tujuannya agar wartawan bertanggung jawab menjalankan profesinya dalam mencari dan menyajikan informasi kepada publik,” kata pria yang akrab di sapa Jhony ini.

Lebih jauh dikatakan pria yang telah menyandang predikat wartawan tingkat utama dari Dewan Pers ini menyebutkan, hasil sebuah reporting dilapangan juga tidak semena-mena dapat langsung terbit di media cetak atau online namun hasil peliputan reporter lapangan terlebih dahulu masuk meja redaksi lalu dievaluasi terkait, keakuratan, fakta lapangan dan sebagainya.

Selain itu ditengah era digitalisasi ini menurut hematnya, wartawan atau reporter hendaknya selain menyajikan pemberitaan yang sifatnya kriminal dan sejenisnya juga dapat menyajikan pemberitaan yang sifatnya edukatif apalagi saat ini ditengah pandemi Covid-19, untuk itu pentingnya seorang jurnalis memiliki jalinan relasi serta wawasan, dan tentunya berkompeten dalam profesinya.

“Sebagai salah satu pilar keempat demokrasi, pers berperan besar dalam mendorong partisipasi masyarakat dan menjaga kondisi bangsa dalam keadaan kondusif, wartawan harus dapat memberikan manfaat untuk negeri ini. Wartawan itu memiliki kode etik, yang bertujuan agar tidak menimbulkan keresahan ditengah masyarakat, wartawan juga harus mengedukasi untuk itu wartawan harus berkompetensi dalam menjalankan profesi. Wartawan itu menyajikan fakta bukan memvonis, wartawan juga menggali informasi bukan mencari-cari kesalahan namun lebih pada kontrol sosial,” tegas pria yang telah malang melintang di dunia jurnalistik ini.

Terkait identitas Covid-19, wartawan punya hak untuk menggali informasi lebih dalam pada narasumber yang berkompeten, namun dalam menyajikan sebuah pemberitaan untuk publik, wartawan juga harus mempertimbangkan dampak baik dan buruk dari sebuah tulisan yang diterbitkan.

Seperti diatur dalam kode etik jurnalistik, wartawan juga harus menghormati narasumber tentang kehidupan pribadi tentunya ini juga berlaku terkait narasumber profesi yang diwawancarai juga memiliki kode etik dalam menjalankan tugasnya.

“Jika tak tau kode etik jurnalistik silahkan searching di google banyak tulisan yang mengulas terkait kode etik jurnalistik. Berkompetennya seorang wartawan diera digitalisasi saat ini sangat penting agar profesi yang dijalani tidak menyalahi aturan dan menimbulkan dampak buruk bagi pembaca dan dunia jurnalistik itu sendiri,” kata Jhony

Sekadar untuk diketahui dan agar dapat dipahami bersama tujuan dari tulisan ini semata-mata mengajak masyarakat untuk dapat bersama-sama menjaga kondusifitas serta produktifitas pemulihan ekonomi ditengah pandemi juga mengajak Netizen untuk bijak dalam bersosial media serta menjadi agen perubahan kearah yang lebih baik terhadap individu lainnya.

Publik atau Netizen yang kritis dalam mengkritik juga bagian dari HAM, namun juga harus memahami dan pahami terlebih dahulu terhadap sesuatu yang dikritik agar tidak menimbulkan fitnah yang masif dan merugikan diri sendiri khalayak ramai dan terjerat oleh hukum yang berlaku di negeri yang bersama dicintai ini.

Penulis : Akhlil Fikri

Advertisement

Trending