Connect with us

Batam

Sidang Lanjutan Kasus Dugaan Penggelapan PT. BRB, Saksi Akui Tidak Ada Menerima Uang Tunai Rp1 Miliar

redaksi.kabarbatamnews

Published

on

Img 20240403 Wa0167
Sidang perkara kasus penggelapan dan penipuan oleh PT. BRB kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Batam.

Batam, Kabatbatam.com – Sidang perkara kasus penggelapan dan penipuan oleh PT. BRB kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Rabu (2/4).

Sidang yang dipimpin oleh Ketua majelis hakim, Benny Yoga Dharma dan anggota majelis, David Sitorus, dan Monalisa Anita Teresia Siagian itu beragendakan pemeriksaan saksi.

Di hadapa.n majelis hakim, saksi Muhammad Ali, Ketua Koperasi Karyawan Otorita Batam memberikan kesaksiannya terkait Perjanjian Kerja Sama dengan PT. BRB terkait pemanfaatan lahan di lokasi sekitar 1.300 haktare dan Tanjung Riau, Seibeduk Batam.

Saksi menyampaikan bahwa pihaknya tidak pernah menerima 18 unit kios dan meja dari PT.BRB sesuai dalam perjanjian kerja sama yang telah sepakati sebelumnya.

Saksi juga menyampaikan bahwa pihaknya selaku Ketua Koperasi Karyawan Otorita Batam tidak pernah menerima uang tunai sebesar Rp1 Miliar dengan termin yang tertera dalam pasal 4 huruf D.

Img 20240403 Wa0166

Tifak hanya itu, pihaknya juga mengaku tidak pernah menerima bagi hasil pengelolaan Pasar dan Parkir sebesar 15 persen setiap bulannya dari pihak PT. BRB.

Selain menghadirkan saksi Ketua Koperasi Karyawan Ototita Batam, Jaksa dalam perkara ini juga menghadirkan pegawai BP2RB Pemko Batam. Pegawai tersebut sebagai pihak yang menerima pembayaran BPHTB yang disetorkan oleh komsumen atau pemilik ruko melalui PT. Batam Riau Bertuah (BRB).

Dalam sidang sebelumnya terungkap, terdapat selisih pembayaran BPHTB yang disetorkan oleh PT. BRB. Nilai pajak yang diduga “digelapkan” oleh PT. BRB ditaksir mencapai ratusan juta rupiah.

Perkara ini berawal ketika pihak yang membeli ruko masing-masing: Darwin, Amir Ginting, Ruslan dan kawan-kawan, jumlahnya mencapai sekitar 15 orang, membeli ruko yang dibangun PT. BRB pada 2016.

“Setelah ruko Itu lunas, ada satu permintaan dari PT. BRB untuk membayar BPHTB dan AJB. Jadi, pembayaran BPHTB itu sesuai harga beli ke developer. Tetapi pada kenyataannya, uang yang disetorkan PT. BRB ke BP2RB senilai Rp 3000 juta.

“Padahal yang mereka (BRB) minta ke kami senilai senilai harga jual beli yakni Rp588 juta untuk standar dan Rp689 juta untuk hook, nah dari situlah selisih BPHTB yang kami duga digdlapkan BRB. Dari situlah berawal terjadinya penggelapan dan penipuan tersebut ” ungkap Darwin.

Bahkan PT.BRB, sambung Darwin, tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan masalah tersebut. “Awalnya kami minta ada solusi, tetapi mereka tidak dalam upaya menyelesaikan permasalahan ini secara menyeluruh,” ujarnya.

Img 20240403 Wa0169

“Kami sebagai pihak yang dirugikan. Contoh, terkait luas bangunan terutama (ruko) di bagian hook,  seharusnya 66 meter persegi tetapi hanya 54 meter persegi. Termasuk denda-denda yang diterapkan PT. BRB yang tidak ada dasarnya,” papar Darwin.

Karena saat itu tidak ada itikad baik dari PT. BRB, tambah Darwin, maka pihaknya melaporkan kasus dugaan penggelapan dan penipuan tersebut ke kepolisian. Dan akhirnya lanjut ke pengadilan.

Pada tanggal 2 April kemarin merupakan sidang ke enam, dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak Koperasi Karyawan Otorita Batam dan pihak BP2RB atau Bapeda Kota Batam.

Darwin menambahkan, lahan ruko tersebut merupakan lahan yang dikelola oleh Koperasi Karyawan Otorita Batam, seluaz sekitar 1.300 hektare. Sekitar tahun 2015, koperasi tersebut jalin kerja sama dengan PT. BRB.

“Dan pada tahun 2016 mulai dilakukan pembangunan ruko. Kerja sama sama pemanfaatan lahan antar koperasi dan PT. BRB diikat dengan perjanjian kerja sama kemudian menyusul PPJB, yang kami ketahui perjanjian tersebut dibuat tanpa notaris,” ungkap Darwin.

“Kita bisa lihat tadi, pada sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ada dua orang saksi yang dihadirkan, yakni perihal mengenai PPJB dan pembayaran BPHTB kepada BP2RB Batam,” tambahnya.

Darwin juga meragukan legalitas lahan yang tidak jelas, terutama soal pembebasan lahan. Dari tahun 2017 ke atas, ungkap dia, tidak ada perjanjian perikatan jual beli atau PPJB dengan pihak koperasi sebagai pibak yang bertangung jawab atas lahan tersebut.

“Yang ada yakni yakni dari tahun 2015 sampai tahun 2017. Hanya berlaku dua tahun. Nah baru pada tahun 2020 dibuat lagi perjanjian. Nah perjanjian di 2020 ini, konsumen yang membeli ruko sudah “clear” alias tidak ada masalah,” urainya.

Tuntutan yang Darwin sampaikan bersama rekan-rekannya, kata dia, bukan hanya dugaan penggelapan dan penipuan. Tetapi soal besaran luas lahan yang mereka bayarkan ke PT. BRB.

Dimana sebelumnya yang mereka bayarkan adalah lahan dengan luas 66 meter persegi, tetapi saat sertifikat keluar hanya mencantumkan 54 meter persegi. Ada kekurangan 12 meter per segi.

“Kemana sisa pembayaran BPHTB yang sudah kami bayarkan?” ungkapnya. Dalam perkara ini sendiri, pihak kepolisian telah menetapkan direktur PT. BRB Roman Nasir Hutabarat sebagai tersangka. Dan terdakwa juga sebelumnya sempat dihadirkan di persidangan di PN Batam.

“Yang kami herankan, kok tersangka sekaligus terdakwa tidak dilakukan penahanan. Ini yang kami pertanyakan juga,” pungkasnya. Pihak PT. BFB sejauh ini belum bisa dikonfirmasi terkait kasus dugaan penggelapan dan penipuan yang saat ini tengah bergulir di Pengadilan Negeri Batam. (tok).

Advertisement

Trending