Connect with us

Batam

Tolak RUU Penyiaran, Puluhan Jurnalis Menggelar Aksi Unjuk Rasa di Gedung DPRD Batam

redaksi.kabarbatamnews

Published

on

Img 20240527 Wa0146
Puluhan jurnalis di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau menggelar aksi unjuk rasa menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran di Gedung DPRD Batam, Senin (27/5/2024) pagi.

Batam, Kabarbatam.com – Puluhan jurnalis di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau menggelar aksi unjuk rasa menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran di Gedung DPRD Batam, Senin (27/5/2024) pagi.

Dengan berbekal spanduk berisi tuntutan, sejumlah jurnalis dari berbagai media dan aliansi pers di Provinsi Kepulauan Riau ini secara tegas menolak rancangan undang-undang penyiaran yang saat ini tengah di godok oleh DPR RI.

Img 20240527 Wa0147

Dalam aksi damai ini, jurnalis Kepri menilai ada beberapa Pasal di dalam RUU Penyiaran yang sangat berpotensi mengancam kemerdekaan serta kebebasan Pers di masa akan datang.

Ketua IJTI Kepri Gusti Yenosa mengatakan, seluruh organisasi Jurnalis di Kepri diantaranya IJTI, PWI, AJI, PFI, JMSI, SMSI dan SPS bergerak untuk menolak Rancangan Undang-Undang Penyiaran karena bertentangan dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.

Img 20240527 Wa0150

“Kita menolak semua Pasal bermasalah diantaranya Pasal 50 B ayat 2 huruf C pada draf RUU yang melarang jurnalis untuk melakukan liputan investigasi,” ujar Gusti Yenosa

Menurut Oca, liputan investigasi merupakan strata tertinggi dalam produk Jurnalistik. Pengesahan Pasal bermasalah dalam RUU Penyiaran ini adalah upaya pelemahan terhadap kemerdekaan Pers dan kebebasan Pers.

“Tentunya, kami menolak keras terhadap RUU Penyiaran dan kami sangat mendukung penuh keputusan yang diambil oleh Dewan Pers,” ungkap Oca.

Img 20240527 Wa0149

Hal senada diungkapkan oleh Ketua PWI Kepri Andi Gino. Ia menilai, ada beberapa Pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang sangat bertentangan dengan kinerja Jurnalistik.

“Pasal- Pasal dalam RUU Penyiaran sangat bertentangan dengan kinerja kita dilapangan. Apalagi, melarang Jurnalis untuk melakukan peliputan investigasi. Maka kami wajib menolak RUU Penyiaran dan sepakat apa yang sudah menjadi keputusan Dewan Pers,” tambah Andi Gino.

Menanggapi, soal penolakan Rancangan Undang-Undang Penyiaran, Ketua DPRD Batam Nuryanto menjelaskan, bahwa DPRD Batam telah menerima segala bentuk aspirasi Jurnalis Kepri dan akan meneruskannya ke DPR RI.

Img 20240527 Wa0148

“Sebagai lembaga wakil rakyat, tentu kami DPRD Batam akan meneruskan seluruhnya aspirasi Jurnalis Kepri untuk disampaikan ke DPR RI,” bebernya.

Secara pribadi, Nuryanto mengaku kurang setuju dengan RUU Penyiaran. Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 lahir dari reformasi sehingga menurutnya kurang pas jika RUU ini benar-benar disahkan.

“Saya melihat Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 lahir dari reformasi dan saya bagian dari reformasi itu sendiri. Media adalah pilar demokrasi, ketika pilar demokrasi ini dibatasi tentu sistem demokrasi di negeri ini akan terganggu,” jelasnya.

Diketahui, adapun poin-poin tuntutan dalam aksi damai yang dilakukan Jurnalis Kepri diantaranya:

• Beberapa pasal RUU Penyiaran versi Maret 2024 yang kami nilai cukup menganggu kerja-kerja jurnalistik. Pasal – Pasal ini akan membuat KPI menjadi lembaga superbody dalam dunia jurnalistik dan juga kewenangan nya akan tumpang tindih dengan Dewan Pers. Ruang lingkup kerja KIP pun nantinya bertambah yakni platform digital penyiaran.

• Kami menilai Pasal paling bermasalah dan bertentangan dengan semangat reformasi adalah 508 ayat 2 (c) mengenai standar isi siaran. Secara spesifik disebutkan bahwa ada pelarangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.

• Pasal ini sangat absurd dengan tendensi anti kebebasan Pers. Pasal ini secara terang benderang menyasar kerja-kerja jurnalistik Investigasi.

• Menurut Pakar Ilmu Komunikasi, definisi penyiaran ini bisa luas cakupannya, tidak hanya akan menyasar media arus utama, tetapi juga jurnalisme investigasi yang dilakukan via internet, media online, atau bahkan hingga media sosial.

• Pasal 508 ayat 2 (c) ini sangat bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Pers yang menyatakan, bahwa pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pemberedalan atau pelarangan penyiaran. Selain itu, di Pasal 4 ayat 1 UU Pers jelas menyatakan kebebasan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.

• Pasal 508 ayat 2 K RUU Penyiaran menyatakan akan menghentikan tayangan dianggap mencemarkan nama baik. Pasal ini dapat digunakan untuk menyerang para pengkritiknya. Selain itu, pasal pencemaran nama baik telah dicabut dari KUHPindana oleh Mahkamah Konstitusi Maret 2024 lalu.

• Kewenangan KIP berdasarkan RUU Penyiaran menyatakan bisa mengatur dan menangani sengketa pers penyiaran. Kami menilai hal ini tumpang tindih dengan kewenangan Dewan Pers, serta tumpang tindih UU Pers dan RUU Penylaran.

• Perluasaan kewenangan KPI dalam draft RUU Penyiaran versi Maret 2024 berpotensi memberhangus kemerdekaan pers, kebebasan ekspresi dan kreativitas di ruang digital. (Atok)

Advertisement

Trending