Connect with us

Batam

Uba Minta Pemerintah Lakukan Pendekatan Dialog, Bukan Tindakan Refresif kepada Masyarakat Rempang

redaksi.kabarbatamnews

Published

on

Img 20210520 Wa0054
Uba Ingan Sigalingging, Anggota DPRD Provinsi Kepri

Batam, Kabarbatam.com – Anggota DPRD Provinsi Kepri Uba Ingan Sigalingging menyesalkan tindakan refresif aparat dalam menghadapi masyarakat Rempang-Galang, di Jembatan 4 Barelang, Kamis (7/9) lalu.

“Saya menyayangkan tindakan refresif tersebut yang terkesan ‘milliteristik’ dalam menghadapi masyarakat yang menghalau personel gabungan. Warga diserang sedemikian rupa, sehingga menyebabkan ada beberapa warga terluka,” ungkap Uba kepada Kabarbatam.com, Jumat (8/9).

Dalam situasi seperti ini, pemerintah daerah seharusnya tidak boleh menggunakan pendekatan ‘militer’, tetapi harus menggunakan pendekatan dialog yang sifanya humanis.

Kehadiran negara, dalam hal ini pemerintah, menurut Uba, sangat dibutuhkan untuk menengahi persoalan di lapangan. Bukan justru mengerahkan  kekuatan aparat yang pada akhirnya masyarakat yang menjadi korban.

“Tidak boleh meniadakan negara dalan persoalan ini. Negara mestinya hadir untuk memposisikan dirinya berpihak pada masyarakat,” tegas Uba.

Seperti diketahui, secara historis masyarakat melayu Rempang-Galang sudah lama bermukim di wilayah tersebut. Sehingga secara historis, sudah memiliki kultur, adat dan budaya yang sudah mengakar kuat.

Apa yang dilakukan pemerintah melalui aparat keamanan baru-baru ini di Jembatan 4 Barelang Batam, sambung Uba, justru bertolak belakang dengan apa yang menjadi keinginan dan harapan masyarakat.

*Sebagai masyarakat dengan kultur dan budaya yang sudah mengakar kuat, pendekatan yang mesti dilakukan adalah pendekatan dialog, musyawarah, dan menbangun hubungan emosional yang humanis. Ini saya menurut saya tidak dilakukan secara intensif oleh pemerintah daerah maupun pihak kepolisian dalam hal ini Polda Kepri maupun Polresta Barelang,” kata Uba.

Justru sebaliknya, menurut Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kepri ini, pemerintah daerah melalui aparat melakukan pendekatan yang berbeda yakni pendekatan refresif yang sama sekali tidak diinginkan oleh masyarakat setempat.

“Sekali lagi kita menyesalkan penanganan secara refresif yang dilakukan aparat, apalagi sampai menggunakan peralatan, seperti gas air mata dan atau senjata. Hal ini tidak akan menyelesaikan persoalan di lapangan,” terang Uba.

Ia mengatakan, jika tujuannya untuk melakukan pematokan atau pengukuran, mestinya diperjelas siapa yang berwenang melakukan hal tersebut. “Harus diperjelas, ini kewenangan siapa?Apakah BP Batam, aparat keamanan, atau pihak Kehutanan. Harus ada penyampaikan secara spesifik kepada masyarakat,” terangnya.

Kehadiran personel gabungan dengan puluhan kendaraan taktis, termasuk water canon dan perlengkapan lain seperi senapan gas air mata, tambah Uba, tentu di luar dugaan masyarakat yang bermukim di wilayah kepulauan seperti Pulau Rempang-Galang.

“Kalau kita lihat peristiwa kemarin, masyarakat Rempang umumnya bertahan. Berusaha untuk bertahan, atau kita istilahkan defensif. Tekanan terus dilakukan aparat untuk memukul mundur warga, termasuk menggunakan gas air mata. Pada akhirnya warga biasa dan anak-anak menjadi korban,” ungkap Uba.

Pemandangan seperti ini, sambung Uba lagi, tidak hanya terjadi di Rempang tetapi juga di sejumlah wilayah lainnya di Indonesia. Pendekatan yang selalu dilakukan adalah pendekatan refresif padahal upaya dan tindakan tersebut bertentangan dengan hak azasi manusia.

“Hal ini juga yang saya sampaikan pada Komnas HAM belum lama ini, agar dalam setiap penanganan atau penyelesaian masalah tidak boleh ada intimidasi, pemaksaan apalagi tindakan refresif menggunakan aparat keamanan, termasuk dalam menyikapi dinamika di Batam terkait pengembangan Pulau Rempang,” paparnya.

Uba menambahkan, pemerintah daerah, dalam hal ini BP Batam harus dapat memahami suasana batin masyarakat yang bermukim di Pulau Rempang dan Galang, khususnya di 16 Desa yang ada di Kecamatan Rempang Cate dan Sembulang.

“Mereka adalah bagian dari masyarakat  Batam yang sudah bermukim di Rempang Galang selama berpuluh tahun. Pendekatan terhadap masyarakat di sana tentu berbeda. Keliru jika pemerintah melakukan pemaksaan kepada warga untuk segera pindah atau direlokasi ke tempat yang baru.”

“Dibutuhkan waktu. Dan kesadaran itu mesti datang dari dalam diri masyarakat Rempang sendiri, tidak bisa dilakukan pemaksaan karena ini berkaitan dengan kehidupan masyarakat dengan kultur yang sudah melekat kuat,” jelas Uba.

Pihaknya berharap agar pemerintah pusat, dalam hal ini Presiden RI Joko Widodo dapat memberikan atensi dalam menyikapi dinamika yang terjadi di Batam. “Bila perlu Presiden turun langsung ke Batam dan berdialog dengan masyarakat Rempang-Galang untuk mendapatkan solusi terbaik dan sesuai keinginan serta harapan masyarakat,” tambahnya.

Terkait penangkapan delapan warga Rempang, Uba berharap agar polisi  membebaskan mereka tanpa syarat. Kedelapan warga saat peristiwa terjadi dalam posisi bertahan dari tekanan aparat. Terlebih mereka merupakan tulang punggung keluarga.

“Kita mesti memahami kondisi batin masyarakat Rempang-Galang ketika diperhadapkan dengan kondisi seperti kemarin. Kita berharap Polda Kepri dapat membebaskan mereka tanpa syarat, karena posisi masyarakat hanyalah bertahan. Terlebih sebagian dari mereka juga merupakan tulang punggung keluarga,” pungkasnya

Seperti diketahui, Pengembangan Pulau Rempang masuk dalam proyek strategis penerintah. Di kawasan Rempang-Galang akan dibangun sebuah kawasan investasi strategis bernama Rempang Eco City.

Di lahan seluas sekitar 17 ribu hektare tersebut, kawasan Renpang akan menjadi magnet masuknya investasi di berbagai sektor yakni; industri, jasa, dan pariwisata. Termasuk pembangunan fasilitas pendukung seperti pelabuhan.

Pemerintah juga menargetkan proyek strategis ini akan menyerap 300 ribu tenaga kerja hingga 2080 mendatang. Salah satu perusahaan sudah menyatakan komitmenya berinvestasi di Rempang dengan nilai investasi sekitar Rp175 triliun.

Pemerintah dalam hal ini BP Batam juga telah menyiapkan relokasi bagi warga Rempang-Galang dengan menyiapkan rumah type 45 dengan gratis WTO selama 30 tahun.

Berbagai fasilitas juga akan dibangun di area pemukiman warga, termasuk sarana prasarana pendidikan seperti SD, SMP, dan SMA dan juga fasilitas kesehatan. (***)

Advertisement

Trending