Connect with us

Headline

Di Balik Hempasan Ombak Empat Meter: Cen Keukeuh Temui Warganya di Pulau Terluar Natuna

Published

on

IMG 20251205 WA0029
Cen Sui Lan menyerahkan secara simbolis kartu BPJS tenaga kerja kepada pekerja rentan di Pulau Panjang, asuransi kecelakaan kerja ini ditanggung pemerintah daerah.

Natuna, Kabarbatam.com – Gelombang tiga hingga empat meter memukul lambung kapal feri cepat Indra Perkasa, Sabtu siang itu. Dari Midai ke Pulau Panjang, laut Natuna Utara seolah menguji tekad siapa saja yang memilih melintas di musim paling liar.

Dua siklon tropis sedang bertemu, angin Barat bertaut dengan angin Utara, membuat langit tampak berat sejak kapal meninggalkan Pelabuhan PLBN Serasan.

Separuh penumpang tumbang. ASN, tenaga teknis, hingga warga yang ikut rombongan mulai pucat, sebagian muntah-muntah di kursi masing-masing.

Di tengah guncangan itu, Bupati Natuna Cen Sui Lan berdiri di geladak, menatap ombak yang memutih. Kapal tetap bergerak ke dua pulau perbatasan, Pulau Panjang dan Pulau Subi yang dari tahun ke tahun menunggu suara pemerintah.

“Musim seburuk apa pun, masyarakat tetap harus didatangi,” katanya singkat.

Kapal feri Pemda hanya lepas jangar ditengah. Tak bisa merapat di tambatan perahu nelayan. Airnya dangkal. Rombongan harus melompat ke kapal nelayan di tengah badai. Resiko kecelakaan di depan mata.

Di Pulau Panjang ini warga sudah memenuhi pekarangan gedung serbaguna Kecamatan Pulau Panjang. Ada ibu-ibu yang menggandeng cucunya, ada pula lelaki tua yang sabar menunggu giliran untuk berbicara kepada Bupati.

Pulau Panjang adalah satu dari hamparan pulau yang menghadap Malaysia Timur berdiri paling depan, tetapi justru paling tertinggal. Dari kejauhan, pulau ini tampak kosong tanpa penghuni. Kenyataannya sudah terbentuk administrasi Kecamatan yang dihuni 180 kepala keluarga. Tidak ada pelabuhan Pelni di Pulau ini. Kecuali di Pulau Subi.

Di pulau ini, fasilitas kesehatan hanya seadanya. Banyak anak harus menyeberang ke sekolah dengan pompong setiap pagi, menantang cuaca dan ongkos bahan bakar yang tidak murah. Warga sudah lama mengusulkan jembatan penghubung Pulau Panjang–Kerdau, tak pernah masuk pos anggaran.

“Anak kami sekolah pakai pompong, tiap hari. Kalau angin Utara besar kami tak sanggup,” kata seorang ibu kepada Cen.

Natuna yang menyumbang sekitar Rp15 triliun PNBP per tahun dan dikenal daerah penghasil migas ini ternyata tak mampu menyediakan akses antar pulau yang layak. Kondisi ini tak asing bagi masyarakat pesisir yang hidup dalam batas-batas logistik, cuaca, dan anggaran negara yang jarang menyentuh mereka.

Di pasar murah yang digelar Pemkab Natuna, seorang bapak mengeluh harga beras SPHP sudah melambung menjadi Rp75 ribu per lima kilogram. Harga-harga perbatasan selalu lebih mahal, tapi tahun ini lebih terasa.

Di tengah antrean penerimaan bantuan pangan, seorang nenek renta maju ke depan. Cen menanyakan apakah ia pernah menerima bantuan PKM Rp 300 ribu per bulan yang dibayarkan per tiga bulan dari APBD 2025. Sang nenek menggeleng.

Padahal, datanya tercatat sebagai calon penerima Desil 1 DTSEN. Di hadapan camat dan kepala desa, terkuak ia tak pernah menerima apa pun tak dari pusat, tak dari daerah.

Cen memanggil Sekdis Sosial, Hasbulah. “Masukkan beliau sebagai KPM. Jangan biarkan warga yang berhak justru tidak mendapat bantuan,” tegasnya.

Dialog kecil itu mengeras menjadi pengingat, kunjungan lapangan sering kali membuka borok administrasi yang tak terlihat dari kantor.

Subi: Dua Jam dengan Feri, Enam Jam dengan Perahu Nelayan

Perjalanan menuju Pulau Subi memakan waktu dua jam dengan feri cepat milik Pemkab. Namun bagi nelayan, perjalanan yang sama bisa menghabiskan lima hingga enam jam. Ombak besar tak hanya memutus jarak, tapi juga menambah ongkos logistik.

Di Subi, rombongan disambut hangat. Aspirasi masyarakat kembali berdatangan. Salah satu yang paling mendesak adalah pembukaan akses jalan ke Teluk Surga sepanjang 14 kilometer, jalan yang diyakini bisa memangkas biaya transportasi dan membuka kantong ekonomi baru.

Masalah air bersih kembali muncul. Program Pamsimas memang tersedia, tapi airnya berwarna kecoklatan. Warga menggunakan, karena tak ada pilihan lain.

Lebih mengejutkan adalah ditemukannya embung besar yang dibangun Kementerian PDT sejak 2017 namun tak pernah difungsikan. Air tertahan, (*)

Advertisement

Trending