Connect with us

Batam

Kerusakan Lingkungan di Batam Marak, Akar Bhumi Indonesia Surati Presiden RI Joko Widodo

redaksi.kabarbatamnews

Published

on

Whatsapp Image 2022 02 19 At 21.05.11 (1)
Founder Non-Governmental Organization (NGO) Lingkungan Akar Bhumi Indonesia, Hendrik Hermawan (tengah), di Seibeduk, Batam, Sabtu (19/2/2022).

Batam, Kabarbatam.com – Lambatnya penanganan kasus kerusakan lingkungan di Kota Batam, NGO Akar Bhumi Indonesia surati Presiden RI Joko Widodo.

Pertumbuhan penduduk di Kota Batam semakin hari kian pesat. Hal itu disebabkan oleh tingginya angka kelahiran dan urbanisasi.

Konsekwensi buruk dari kondisi tersebut adalah telah menimbulkan penurunan daya dukung lingkungan dan daya tampung kota Batam yang terbatas.

“Imbasnya, telah terjadi exploitasi alam (lingkungan) yang tinggi di Kota Batam demi memenuhi kebutuhan investasi, ruang, perumahan dan pendukung lainnya,” ujar Founder Non-Governmental Organization (NGO) Lingkungan Akar Bhumi Indonesia, Hendrik Hermawan saat konferensi pers, Sabtu (19/2/2022) di Sei Beduk.

Mengingat hal tersebut, upaya NGO Akar Bhumi Indonesia dalam mengadvokasi banyaknya kasus kerusakan lingkungan, waduk, hutan dan pesisir maka NGO Akar Bhumi Indonesia menyatakan bahwa Batam darurat lingkungan.

Diungkapkan Hendrik, Batam sebagai kota kepulauan dengan daratan seluas ± 715 Km2 dan terdiri lebih dari 300 pulau. Maka, ancaman terbesar akibat climate change/perubahan iklim dan abrasi (pengikisan daratan) adalah hilang daratan dari permukaan laut.

Keterbatasan lahan darat untuk memenuhi kebutuhan hunian banyak disiasiti dengan reklamasi atau penimbunan pesisir. Namun, reklamasi tanpa melalui prosedur yang sesuai dengan peraturan dan perudang-undangan justru menghasilkan masalah baru yakni kerusakan diarea pesisir.

“Geografis kepulauan melahirkan masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan dengan mengantungkan hidup dari pesisir dan laut yang sehat. Kerusakan pesisir akibat reklamasi ilegal telah mengakibatkan nelayan sering mengalami penurunan hasil tangkapan. Bahkan, banyak nelayan kehilangan mata pencaharian karena laut dan dianggap tidak mampu lagi memberikan penghidupan,” ungkapnya.

Lanjut, Hendrik menyampaikan, kawasan mangrove maupun terumbu karang yang menjadi tempat bertelur ikan, udang dan biota laut lainnya telah banyak rusak akibat penimbunan.

Masyarakat yang selama ini turun temurun hidup berprosesi sebagai nelayan akhirnya mesti beralih pekerjaan.

“Sebagai negara maritim kita secara tidak sengaja telah mengerus spirit ataupun etos kelautan dan mengesampingkan keberlangsungan hidup nelayan. Bagi masyarakat tempatan di Batam, bonus iklim investasi yang diberikan pemerintah pusat kepada investor, perusahaan atau pun masyarakat pendatang justru mengesampingkan masyarakat asli,” bebernya.

Menyikapi hal tersebut, Ketua Komisi III DPRD Kota Batam Werton Panggabean mengatakan, memang situasi yang ada saat ini bahwa nyaris terjadi kerusakan lingkungan di sejumlah wilayah di Batam.

“Oleh karena itu, kita dorong pemerintah bagaimana caranya mengatasi dan mengantisipasi kerusakan ekosistem tersebut,” ungkap Werton.

Pengembangan di Kota Batam saat ini sangat pesat, terutama pada industri dan pemukiman. Tentu, di dalam suatu pembangunan tersebut ada regulasi dan didesak untuk melakukan pemulihan agar tak berdampak bagi lingkungan dan masyarakat setempat.

“Memang, di Kota Batam ini banyak terjadi kerusakan hutan mangrove dengan cara ditimbun oleh pihak tidak bertanggung jawab dan kita sudah beberapa kali menekan aktivitas penimbunan mangrove bagi pengusaha yang tidak bertanggung jawab,” jelasnya.

Terpenting, diharapkan kepada para pengusaha agar memiliki rasa kesadaran yang tinggi sehingga tidak terjadi kerusakan ekosistem.

“Yang kita harapkan bagi pengusaha di Kota Batam ini dapat memperhatikan kembali dampak kerusakan ekosistem. Boleh kita melakukan pengembangan, tetapi jangan sampai mengorbankan lingkungan,” pungkasnya. (Atok)

Advertisement

Trending