Connect with us

Batam

Dr Suyono: Investasi di Rempang Sangat Penting, Tapi Menghargai Eksistensi Masyarakat Lokal Juga Penting

redaksi.kabarbatamnews

Published

on

Img 20230918 36290
Jembatan Barelang yang sangat dikenal hingga mancanegara. Jembatan Barelang juga menjadi penghubung dengan jembatan lain menuju Rempang-Galang.

Batam, Kabarbatam.com – Pengembangan Kawasan Rempang sebagai Program Strategis Nasional terus digesa pemerintah, dalam hal ini Kementerian Bidang Perekonomian RI. Berbagai upaya dilakukan pemerintah agar program Rempang Eco City terealisasi. Upaya itu salah satunya merelokasi masyarakat kampung tua yang sudah lama bermukim di Pulau Rempang.

Namun upaya tersebut masih menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat Rempang. Tidak sedikit warga yang menolak direlokasi dengan alasan sudah berpuluh tahun dan turun temurun tinggal di Rempang. Mereka juga sudah menyatu dengan alam maupun lingkungan di pulau tersebut.

Namun demikian, sebagian warga juga sudah ada yang ingin direlokasi dan tinggal di tempat sementara yang telah disediakan oleh pemerintah, dalam hal ini Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Merespon dinamika yang berkembang, Pengamat Ekonomi Univrsitas Internasional Batam (UIB) Suyono Saputra, mengatakan, ada dual hal yang patut menjadi perhatian bersama terkait Pengembangan Kawasan Rempang.

Pertama; terkait dengan urgensi dari investasi, dan Kedua adalah eksistensi dan keberadaan warga Kampung Melayu di Pulau Rempang. “Saya yakin kita sepakat bahwa investasi itu sangat penting. Siapapun itu dan apapun profesinya pasti mendukung upaya pemerintah menarik investor menanamkan modalnya di Batam,” ungkapnya.

Mengapa demikian, kata Suyono, karena investasi memberikan dampak besar bagi pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan pekerjaan, peningkatan devisa negara, dan juga pemasukan pajak bagi negara dan daerah. Investasi apapun itu, kata Suyono, akan memerikan efek positif bagi negara dan juga bagi wilayah di sekitarnya.

Di satu sisi, menurut mantan jurnalis Bisnis Indonesia ini, akan selalu ada gesekan dengan masyarakat yang mendiami wilayah tujuan investasi.

“Khusus di Pulau Rempang, sudah kita ketahui bersama ada masyarakat yang sudah lama bermukim di sana, ada historis atau sejarah dan juga kultur yang sudah sejak lama hadir di sana, di Kampung Melayu di Rempang. Ini menurut saya yang juga mesti mendapat perhatian pemerintah, agar kiranya investasi yang akan masuk ramah terhadap masyarakat setempat,” kata Suyono.

Program pemerintah yang akan merelokasi masyarakat, menurut dia, agar mengedepankan dialog dan cara yang humanis. Karena jika pendekatan berbeda yang dilakukan pemerintah, kata Suyono lagi, justru dikhawatirkan akan menimbulkan konflik komunal yang berkepanjangan yang pada akhirnya merugikan semua pihak, termasuk masyarakat.

“Perlu dipikirkan opsi lain selain merelokasi seluruh warga yang bermukim di 16 kampung. Sehingga upaya relokasi tidak mendapat penolakan keras dari warga. Opsi itu misalnya, melakukan relokasi secara bertahap agar pemerintah juga punya waktu untuk membangun hunian yang layak bagi warga yang akan direlokasi,” paparnya.

“Perlu dilakukan pemetaan, misalnya, di wilayah mana di Pulau Rempang industri pertama akan dibangun. Warga yang ada di wilayah inilah yang didahulukan untuk direlokasi sembari pemerintah menyiapkan lahan dan hunian untuk seluruh warga di 16 kampung yang akan direlokasi,” tambahnya.

Suyono menilai kebijakan pemerintah terkait relokasi belum sepenuhnya dapat diterima semua warga di Rempang karena masyarakat sudah lama bermukim di Rempang.

“Mata pencaharian mereka di sana. Banyak yang berprofesi sebagai nelayan, bertani, berkebun dan lainnya. Merelokasi warga ke tempat penampungan sementara mungkin membuat masyarakat Rempang belum siap karena akan sulit melakukan pekerjaan atau aktivitas yang sudah turun temurun mereka lakukan selama ini,” urainya.

“Memang agak dilema, di satu sisi investasi harus segera masuk, di sisi lain relokasi masyarakat kampung tua yang sudah menjadi bagian dari Pulau Rempang bukanlah pekerjaan mudah. Sementara jangka waktu yang diberikan pemerintah hanya tinggal dua pekan lagi yakni hingga tanggal 28 September mendatang,” kata Suyono.

Jika aampai batas waktu nanti belum seluruh warga Rempang mau direlokasi, Suyono menyarankan, batas waktu dari pemerintah agar diperpanjang sampai masyarakat di Rempang benar-benar siap dan bersedia direlokasi.

Pihaknya yakin pemerintah memiliki solusi terbaik terkait Pengembangan Kawasan Rempang. Tidak hanya pendekatan dialog yang humanis, tetapi juga melakukan sosialisasi secara massif dan berkelanjutan. Pemerintah daerah, tambah Suyono, juga mesti menyampaikan secara riil kondisi yang terjadi di lapangan, agar pemerintah pusat mengetahui perkembangan dan dinamika yang terjadi di Rempang.

“Karena ini merupakan program strategis nasional, maka pemerintah pusat juga mesti hadir bersama pemerintah daerah di Rempang. JIka perlu, pemerintah pusat menemui masyarakat Rempang dan berdialog langsung agar masyarakat juga merasa dihargai sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, dan Batam pada khususnya,” tambah Suyono.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah telah menetapkan Pengembangan Kawasan Rempang sebagai Program Strategis Nasional. Kawasan Rempang Eco City akan menjadi magnet bagi investasi di berbagai sektor industri, seperti; manufaktur, jasa dan pariwisata.

Untuk mengembangkan kawasan investasi di Rempang, pemerintah telah menyiapkan relokasi untuk masyarakat yang bermukim di 16 kampung di Kelurahan Rempang Cate dan Sijantung, Kecamatan Galang, Kota Batam.

Lokasi relokasi telah ditetapkan pemerintah yakni di Dapur 3 Sijantung. Di kawasan ini, pemerintah akan membangun hunian dengan sejumlah fasilitas yang ada di dalamnya. Di antaranya fasilitas pendidikan, SD, SMP, dan SMA/SMK, termasuk fasilitas lain seperti; pasar, fasilitas kesehatan, rumah ibadah, pelabuhan, dan lainnya.

Sebuah perusahaan terbesar nomor dua dunia yang memproduksi kaca sudah menyatakan komitmennya berinvestasi di Batam, Provinsi Kepulauan Riau.

Investor pabrik kaca tersebut yakni Xinyi Group dari Wuhu, China. Adapun jumlah investasi sebesar US$ 11,52 miliar. Investasi tersebut rencananya akan dimulai setelah proses relokasi selesai.

Investasi di kawasan Rempang juga ditargetkan akan merektur hingga sekitar 300 ribu tenaga kerja hingga tahun 2080 mendatang.

Pemerintah, dalam hal BP Batam juga telah memastikan akan melibatkan masyarakat setempat dalam proses pembangunan Kawasan Rempang dengan merekrut tenaga kerja termasuk dari putera-puteri tempatan. Dengan memberikan berbagai pendidikan dan pelatihan agar mampu terserap dalam dunia industri di Kawasan Investasi Rempang. (***)

Advertisement

Trending