Connect with us

Headline

Genjot Perekonomian Kepri, Paslon Pilkada Ditantang Mampu ‘Tangkap’ Peluang Perang Dagang AS dan China

redaksi.kabarbatamnews

Published

on

F35149840

Batam, Kabarbatam.com– Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diperkirakan berada di kisaran 4,5 persen. Hal tersebut disampaikan pengamat ekonomi yang juga mantan Menteri Keuangan Rizal Ramli. 
Ia meramal bahwa pertumbuhan ekonomi di Tanah Air tumbuh sebesar 4,5 persen atau di bawah 5 persen. Prediksi tersebut dengan mempertimbangkan seluruh faktor ekonomi makro yang terus menurun dalam beberapa waktu terakhir.
Hal yang sama juga dirilis International Monetary Fund (IMF) yang merilis laporan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia akan merosot dari 3,5 persen menjadi 3 persen saja.
Kondisi inilah yang memunculkan kekhawatiran bagi Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Provinsi Kepri dan beberapa Kadin daerah. Mengingat, apabila prediksi di bawah 5 persen ini benar-benar terjadi, maka akan mempengaruh berbagai sektor di seluruh Indonesia. Khususnya Provinsi Kepri.  
“Kadin Provinsi Kepri dan seluruh jajaran di bawahnya, sangat khawatir. Apabila pertumbuhan ekonomi berada di bawah persentase tersebut, tentunya akan mempengaruhi berbagai lini sektor perekonomian. Di antaranya, sektor properti, industri, hingga mall dan perhotelan. Dan tentunya, akan mengalami ketidak sesuaian dari apa yang akan diharapkan,” kata Ketua Kadin Kepri Akhmad Maruf Maulana di Graha Kadin Kepri, Batam, Senin (21/10/2019). 
Untuk itu, tambahnya, pihaknya ‘menantang’ para calon yang akan maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) baik di Provinsi, Kota maupun Kabupaten, untuk bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kepri di atas minimal 7 persen. 
“Dalam beberapa tahun terakhir ini, pertumbuhan ekonomi di Batam dan Kepri itu tidak pernah sampai 7 persen. Dan kami menginginkan dengan adanya perang dagang antara Amerika dan China ini, pastinya akan banyak peluang investasi yang bisa ditangkap,” jelas Maruf. 
Sekadar diketahui, pertumbuhan ekonomi Kepri pernah mencapai dua digit mengalahkan nasional dan selalu berada rata-rata di atas pertumbuhan nasional. 
Terkait dengan pertumbuhan ekonomi ini, dikaitkan dengan adanya perang dagang antara Amerika dan China, beberapa negara ASEAN mampu memanfaatkan ‘perang’ tersebut dengan menggaet para investor asing masuk ke negara mereka.   
Negara seperti Vietnam, Myanmar dan Malaysia justru surplus bahkan diuntungkan karena banyak perusahaan yang merelolasi pabriknya ke negara tersebut, termasuk ke beberapa negara lainnya. 
Pertanyaannya, kenapa Indonesia khususnya Batam tidak mendapat limpahan perusahaan yang relokasi dari China atau Amerika? Seharusnya, Batam bisa mengambil momentum perang dagang itu dengan menarik PMA masuk Batam. Perekonomian Kepri diperkirakan masih akan lesu terlebih seiring jumlah besaran UMK pada 2020  mencapai Rp4,1 juta.  
“Sekarang, kalau industrinya kolaps, tentunya tidak akan ada lapangan pekerjaan. Untuk itu, kami membutuhkan sosok pemimpin yang visioner ke depan yang mampu meningkatkan perekonomian Kepri. Kadin Kepri akan menyiapkan kontrak politik untuk tokoh-tokoh yang akan maju di pilkada nantinya,” ungkap Maruf. 
Pihaknya mengaku sangat menginginkan adanya lapangan perkerjaan yang banyak untuk masyarakat dan industri pun bisa beroperasi dengan baik. Sehingga daya beli masyarakat tumbuh dengan maksimal. 
“Yang kami lihat, kami tidak butuh calon yang ‘berkosmetik’ dalam Pilkada nanti. Yang dibutuhkan saat ini adalah realita. Kami juga meminta dan mudah-mudahan para kepala daerah yang akan mencalonkan diri memiliki visioner dan janji politik ke masyaraakt yang benar-benar bisa memberikan pertumbuhan ekonomi,” terangnya. 
Sebagaiman diketahui, Mantan Menteri Keuangan Rizal Ramli, meramal pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini sebesar 4,5 persen. Prediksi tersebut dengan mempertimbangkan seluruh faktor ekonomi makro yang terus menurun dalam beberapa waktu terakhir.
“Kami ingin mengatakan bahwa ekonomi Indonesia akan nyungsep, paling hanya 4,5 persen. Karena sampai sekarang pun baru 5,05 persen,” ujar Rizal.
Salah satu ekonomi makro yang terus menurun seperti current account defisit (CAD) merosot ke USD 8 miliar. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah jangan sampai kondisi ini membuat Indonesia harus mengalami krisis seperti 1997 dan 1998. (*)

Advertisement

Trending