Connect with us

Batam

Pemerhati Anak Provinsi Kepri Menilai Sekolah Boarding School Rentan Terjadi Kekerasan

redaksi.kabarbatamnews

Published

on

Img 20211121 wa0083
Ketua Perkumpulan Komisioner KPAD se-Indonesia (PKPAID) sekaligus sebagai Ketua Harian Iluni UNP Provinsi Kepri Erry Syahrial.

Batam, Kabarbatam.com – Pemerhati Anak Provinsi Kepulauan Riau mengungkapkan bahwa selama beberapa bulan terakhir, tindak kekerasan pada siswa rentan terjadi di boarding school atau sekolah berasrama, khususnya di Batam.

Ketua Perkumpulan Komisioner KPAD se-Indonesia (PKPAID) sekaligus sebagai Ketua Harian Iluni UNP Provinsi Kepri Erry Syahrial membeberkan, pelaku biasanya adalah pembina, guru pembimbing, guru pengawas dan siswa senior.

“Ada 4 kasus kekerasan pada siswa atau santri yang terjadi di sekolah berasrama (boarding school) di Kota Batam beberapa bulan ini,” ungkap Erry Syahrial dalam rilisnya kepada wartawan, Minggu, (21/11/2021).

Bahkan, pada tahun-tahun sebelumnya juga terjadi kekerasan serupa hingga jatuhnya korban jiwa atau sampai meninggal dunia.

‘’Kekerasan ini terjadi pada sekolah boarding school yang berkurikulum nasional maupun berkurikulum agama seperti pondok pesantren. Hal tersebut berdasarkan pengaduan, mediasi dan pemantauan yang kami lakukan,’’ ujar Erry Syahrial, Ketua Perkumpulan Komisioner KPAD se-Indonesia (PKPAID).

Menurut mantan Komisioner dan Ketua KPPAD Provinsi Kepri ini, seringnya terjadi kekerasan di boarding school atau sekolah berasrama disebabkan waktu anak sehari-hari berada di sekolah atau asrama jauh dari pengawasan dan pemantauan pihak luar.

Diungkapkan Erry, diantara bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi antara lain kekerasan fisik seperti tendangan, pemukulan, tamparan, hukuman yang membahayakan seperti disuruh makan rokok, anak tidak dikasih makan dan bentuk lainnya.

Akibatnya, anak mengalami cidera fisik, trauma dan tidak mau lagi sekolah.

‘’Anak mengalami trauma sehingga kabur dari asrama. Akibat dari kekerasan tersebut, orangtua siswa tidak terima anaknya menjadi korban kekerasan sehingga mengancam melaporkan hal tersebut kepada kepolisian,’’ ungkap Erry.

Lanjut, Erry menyampaikan, umumnya permasalahan kekerasan yang terjadi tersebut bisa diselesaikan dengan pendekatan mediasi antara kedua belah pihak, yakni memberikan penyuluhan dan peringatan pada guru pengawas asrama yang melakukan kekerasan.

Serta menyarankan sekolah memiliki SOP dan membentuk tim untuk melakukan penanganan siswa bermasalah.

‘’Karena korbannya trauma dan tidak mau sekolah lagi di lembaga tersebut, maka difasilitasi pemenuhan hak pendidikan dengan cara pindak ke boarding school yang lain,’’ papar Erry.

Menurut Erry, rentannya kekerasan di boarding school karena sistem perlindungan anak tidak maksimal dilakukan, bahkan ada sekolah yang tidak punya.

“Tidak ada SOP dan tim yang dibentuk untuk penanganan anak yang bermasalah sehingga anak bermasalah dilakukan oleh guru pengawasan secara perorangan sehingga pelanggaran bersifat oknum,” tambah Erry.

Hukuman yang diberikan berbentuk kekerasan dan pelangaran hak-hak anak. Ada guru pengawasan boarding school mencari-cari kesalahan anak agar bisa dihukum.

“Dari penelaahan yang kami lakukan PKPAID, fungsi pengawasan di sekolah boarding school biasanya diserahkan pada guru baru yang minim ilmu dan pengalaman menangani anak bermasalah. Ada yang tidak sesuai dengan bidangnya,” bebernya

Selain itu, ada juga kakak senior yang diberikan tugas pengawasan atau ia diangkat jadi guru baru. Hal sepeti ini rentan muncul penyalahgunaan kewenangan yang diberikan dan berujung kekerasan pada anak.

Agar lembaga pendidikan boarding school tidak rentan terjadi kekerasan, Erry mengusulkan supaya ditingkatkan fungsi pengawasan dari Dinas Pendidikan, Kementerian Agama kepala sekolah dan yayasan. Kemudian, Kepsek dan yayasan kepada guru pengawasan yang sehari-hari mengawasi anak di asrama.

‘’Bekali juga guru pengawasan dengan pemahaman sekolah ramah anak, aturan pendidikan dan Undang-Undang Perlindungan Anak,’’ saran Erry kepada stakeholder pendidikan.

Dari beberapa kasus kekerasan yang terjadi di sekolah boarding di Batam, kasus kekerasan SMK Penerbagangan SPN Dirgantara merupakan yang paling banyak pelanggaran sehingga bentuk penyelesaiannya juga berbeda.

“Apalagi kasus ini merupakan kasus kekerasan yang berulang sehingga penangganannya juga harus melibatkan semua pihak termasuk pusat dan komprehensif sehinggaa tidak terjadi lagi untuk ketiga kalinya,” pungkasnya. (*)

Advertisement

Trending