Connect with us

Bintan

Pengamat Politik Nilai Kualitas Demokrasi di Bintan Alami Penurunan

redaksi.kabarbatamnews

Published

on

Img 20240902 Wa0327
Pengamat politik di Provinsi Kepri, Robby Patria.

Bintan, Kabarbatam.com – Pengamat politik di Provinsi Kepri, Robby Patria menilai, kualitas demokrasi di Kabupaten Bintan mengalami penurunan.

Hal ini tidak terlepas dari munculnya calon tunggal pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bintan 2024 mendatang.

Robby yang juga menjabat sebagai Direktur Public Trust Institute Perwakilan Kepri mengatakan, kondisi ini tak memberikan alternatif pada masyarakat yang menginginkan hadirnya calon lain.

“Munculnya calon tunggal melawan kolom kosong ini menandakan kualitas demokrasi di Kabupaten Bintan jauh di bawah Kabupaten Anambas yang memiliki kompetisi saat memilih pemimpin,” ujar Robby, Senin (2/9/2024).

Ia menyebut, demokrasi di Kabupaten Bintan saat ini berada di titik nadir.

Situasi ini, lanjut Robby, juga merupakan dampak fenomena borong partai yang terjadi di Pilkada tahun ini.

“Partai-partai diborong calon tertentu sehingga yang lain ingin mencalonkan tidak kebagian partai. Bintan bersama dengan 43 daerah lain di Indonesia di pilkada 2024 hanya satu calon,” sesalnya.

Img 20240902 Wa0326

Ia mengungkapkan, harusnya partai-partai di Bintan berkaca kepada Anambas.

Meskipun pemilih hanya berjumlah sekitar 35 ribu, namun calon yang didaftarkan partai ada empat pasang.

“Artinya, warga punya banyak alternatif mau pilih sosok pemimpin seperti keinginannya. Mau produk lokal atau produk impor tersedia di Anambas. Ini baru betul namanya pesta demokrasi alias pesta rakyat,” tambahnya lagi.

Ia memprediksi, tongkat estafet kepemimpinan di Bintan hanya akan dimonopoli oleh dua keluarga besar. Yakni keluarga Ansar Ahmad yang berkuasa sejak 2005 hingga 2015 lalu dilanjutkan anaknya dari 2021 sampai 2030 dan berikutnya keluarga Apri Sujadi yang pernah jadi bupati Bintan 2015 sampai 2021. Lalu dilanjutkan istrinya jadi wakil bupati anak Ansar Ahmad yakni Roby Kurniawan mulai tahun 2025 hingga 2030.

“Kita tidak tahu setelah 2030 apakah Dewi Kumalasari atau Deby yang akan berpasangan atau berlawanan di pilkada 2030? Yang lain menonton saja karena memang tak punya keberanian dan punya modal politik untuk mencalonkan diri jadi kepala daerah,” tutup pria yang menjadi anggota Dewan Pakar ICMI Pusat itu. (*)

Advertisement

Trending