Connect with us

Headline

Polemik Tapal Batas Teluk Buton–Pengadah Memanas, Pemkab Natuna Siap Tinjau Ulang Batas Kedua Wilayah

Published

on

Img 20250707 wa0157
Wakil Bupati Natuna Jarmin Sidik saat memimpin rapat kerja peninjauan batas wilayah di kantor Bupati Natuna, Senin (7/7).

Natuna, Kabarbatam.com — Polemik tapal batas antara Desa Teluk Buton dan Desa Pengadah, Kecamatan Bunguran Utara, kembali memanas. Gejolak ini mencuat setelah muncul dugaan tumpang tindih lahan, terutama sejak meningkatnya aktivitas eksploitasi pasir kuarsa di kawasan perbatasan kedua desa.

Masalah bermula pada tahun 2018 saat musyawarah penetapan batas wilayah dilaksanakan. Meski sempat terjadi perdebatan, tidak ada keberatan resmi yang tercatat dalam forum tersebut. Lalu pada 2021, Pemerintah Daerah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang batas wilayah. Namun sejak itu, mulai muncul persoalan, terutama ketika terjadi penjualan lahan milik warga Pengadah oleh pihak dari Teluk Buton.

Kondisi ini memicu polemik berkepanjangan di tengah masyarakat. Konflik kian meruncing karena batas alam yang selama ini dijadikan acuan wilayah dianggap telah diubah sepihak tanpa kesepakatan bersama, hal ini terungkap pada rapat kerja peninjauan batas wilayah di kantor Bupati Natuna, Senin (7/7).

Wakil Bupati Natuna, Jarmin Sidik, menegaskan bahwa penetapan batas wilayah tidak sesuai dengan sejarah yang berlaku.

“Kami pemerintah tetap menerima dan menanggapi keluhan masyarakat. Hasil rapat akan disampaikan kepada Bupati,” ujarnya.

Dalam rapat tersebut beberapa tokoh masyarakat perwakilan Kecamatan Bunguran Utara memilih walk out. Mereka menilai persoalan ini harus diselesaikan terlebih dahulu melalui kesepakatan bersama antara kedua pihak, sebagai dasar bagi pemerintah untuk mengambil keputusan.

Mantan Camat Bunguran Utara, Hamid Asnan, turut memberikan keterangan. Ia menyebut dalam notulen rapat tahun 2018 tidak ada pencatatan keterlibatan Desa Pengadah.

“Yang hadir hanya Sekdes. Tidak ada penyebutan penjeleasan sepakat. Mungkin pihak terkait tidak memahami koordinat batas wilayah secara utuh,” katanya.

Hamid berharap agar batas wilayah dikembalikan seperti semula. Ia menegaskan bahwa sejak dulu tidak pernah terjadi konflik antara dua Desa. Bahkan, sejumlah dokumen administratif seperti batas di Sungai Belading sepenuhnya diselesaikan oleh Desa Pengadah.

“Kami ingin kesepakatan lama antara dua kampung itu dikembalikan,” tegasnya.

Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setda Natuna, Izhar, menjelaskan bahwa peninjauan kembali ini dilandasi dua hal. Pertama, evaluasi atas dokumen RTRW antara Desa Teluk Buton dan Pengadah. Kedua, adanya surat resmi dari Camat Bunguran Timur Laut yang meminta peninjauan ulang terhadap tapal batas.

“Kami sudah turun ke lapangan. Permohonan atas tuntutan masyarakat. Semua unsur kecamatan juga hadir dalam rapat,” jelas Izhar.

Ia bahkan mengakui bahwa sejak 2018 dirinya sudah memprediksi konflik ini akan terjadi.

“Sayangnya, waktu itu tidak dibuat berita acara. Tapi data dan akurasi batas wilayah tetap mengacu pada aturan Permendagri. Dan pada akhirnya, keputusan tetap berada di tangan Bupati,” pungkasnya. (Man)

Advertisement

Trending