Connect with us

Headline

Rencana Penghapusan UWTO, Kadin Batam: Justru PBB Harus Dihapus karena Pajak Ganda

redaksi.kabarbatamnews

Published

on

F28409856

BATAM, KABARBATAM.com– Pernyataan Walikota Batam HM Rudi yang menyebut bahwa lahan di bawah 200 meter persegi akan dibebaskan dari Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) mendapat sorotan publik. Tidak mudah menerapkan kebijakan tersebut karena ketentuan terkait UWTO diatur dalam PMK dan peraturan pemerintah (PP), termasuk Kepres.
Ketua Kadin Kota Batam Jadi Rajagukguk mengatakan bahwa kebijakan terkait rencana penghapusan UWTO tidaklah mudah, karena harus mendapat persetujuan dari Dewan Kawasan (DK), terutama Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Kemenkum HAM karena menyangkut Peraturan Menteri Keuangan, PP, dan Keputusan Presiden.
Jadi justru beranggapan, bukan penghapusan UTWO, tetapi di-nol-kan bagi sewa lahan rumah pemukiman. Kadin, menurut Jadi, sudah pernah mengusulkan hal tersebut sejak Mustofa Widjaja menjabat sebagai Kepala BP Batam.
“Jika Walikota Batam benar-benar pro rakyat, Kadin juga mengusulkan agar dibarengi pembebasan Pajak Bumi Bangunan (PBB), dan ternyata senada disambut dan langsung diusulkan oleh Kepala BP Batam,” ujar Jadi, Jumat (31/5/2019).
Terkait hal tersebut, beberapa rekomendasi Kadin Batam kepada Walikota Batam, jika Walikota Batam pro rakyat, yakni; bebaskan PBB untuk NJOP di bawah Rp500 juta agar masyarakat tidak terbebani, bebaskan BPHTB, bebaskan PPJ untuk masyarakat, gratis sekolah siswa SD, gratis berobat di RSUD dan Puskesmas, dan gratis perizinan usaha, serta pemberdayan ekonomi kerakyatan.
“Kalau saya jadi Walikota Batam, saya akan bebaskan enam point di atas,” ujarnya. Menurut Jadi, justru PBB yang harus dihapuskan karena menjadi pajak ganda, memungut PBB di atas HPL Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Ia mengungkapkan, lahan Batam di atas HPL BP Batam tidak bisa dibebaskan dari UWTO tetapi di-nol-kan, karena lahan pemukiman bukan komersil. Berbeda dengan lahan yang digunakan seperti kawasan industri, perhotelan, dan lain-lain yang atas penggunaan lahan tersebut menghasilkan nilai.
“Sama dengan jika perusahaan tidak aktif, tidak berpengasilan maka pajak wajib dilaporkan tetapi laporannya nol karena tidak ada pendapatan. Selain itu, jika dihitung, PBB lebih mahal dibandingkan UWTO. PBB bayar tiap tahun, UWTO bayar sekali untuk 30 tahun,” ungkapnya.
Jadi menegaskan, jika dihitung sebenarnya lebih mahal PBB dibandingkan UWTO. Apabila benar walikota peduli rakyat Batam, maka Kadin minta Walikota Batam membebaskan PBB untuk rumah di bawah NJOP 500 juta dan juga bebaskan BPHTB.
“Terkait PBB, termasuk BPHTP adalah keputusan yang paling gampang dan merupakan kewenangan mutlak kepala daerah/wako dan tidak perlu minta persetujuan Presiden atau Menteri Keuangan, sama seperti yang dilakukan DKI Jakarta,” tegasnya.
Jadi menilai, tiap tahun PBB naik terus dan pemanfaatan APBD tak pro rakyat karena hampir 70% digunakan untuk membiayai gaji serta tunjangan pegawai, pejabat, serta biaya rutin operasional Pemerintah Kota Batam
Ia menyatakan bahwa, masih banyak jenis pendapatan atau pemasukan bagi daerah, termasuk jasa lainnya yang bisa di-creat oleh Pemko Batam sepanjang sesuai dengan aturan dan UU. “Pemko Batam harus lebih kreatif mencari PAD, bukan hanya dari pajak dan retribusi daerah saja,” pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah pusat tengah menyiapkan kebijakan peralihan dari Hak Guna Bangunan (HGB) ke hak milik bagi lahan rumah atau permukiman dengan luasan sama atau di bawah 200 meter persegi. Dengan demikian, pemilik lahan atau rumah tidak dipungut UWTO.
Hal ini diungkapkan Wali Kota Batam Muhammad Rudi, di Batam, belum lama ini. Menurut Rudi, kebijakan ini tengah dipersiapkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bersama dengan pengkajian kebijakan legalitas kampung tua.
”Bagi masyarakat yang sudah memiliki tanah seluas sama atau di bawah 200 meter persegi akan diizinkan jadi hak milik,” kata Rudi. Wali Kota menyebutkan, akan ada regulasi yang diterbitkan untuk mengatur peralihan ini. Ia menilai kalau sudah hak milik, Hak Pengelolaan Lahan (HPL) akan gugur.
“Makanya perlu aturan dalam proses pengguguran HPL ini untuk menghindari masalah di kemudian hari,” kata dia. Terkait kapan kebijakan ini selesai, Rudi mengaku tergantung keputusan pemerintah pusat.
”Kalau mau saya, tahun 2020 selesai, tapi pusat akan selesaikan dulu yang kampung tua karena urgent,” imbuhnya. (*)

Advertisement

Trending