Connect with us

Metropolitan

Yang Muda Bisa, Candra Ibrahim Terus Bergerak dan Siap Berlaga di Mana Saja

redaksi.kabarbatamnews

Published

on

F68934912

Batam, Kabarbatam.com– Nama Candra Ibrahim beberapa bulan terakhir jadi pembicaraan. Dia merupakan tokoh muda Kepulauan Riau. Mengusung tagline “Yang Muda Bisa”, Candra siap turun ke gelanggang Pilkada.
Saatnya millenial berkiprah. Itulah salah satu yang mendorong Direktur Utama Batam Pos ini maju di Pilkada Serentak 2020. 
Jika di awal kemunculan namanya di sejumlah pemberitaan media dan sosoknya yang fotogenik berpose di baliho-baliho, sebagian masyarakat Batam bertanya, siapa sosok Candra Ibrahim? 
Kini justru yang menjadi tanda tanya besar, kemanakah Ketua PWI Kepri ini akan berlabuh?  Bertarung membawa nama millenial untuk memimpin. Ke Natunakah, yang menjadi daerah kelahirannya? Atau di Batam kota ‘seksi’ di Kepri yang menjadi banyak rebutan politisi untuk merebut kekuasaan? Bahkan sempat beredar kabar, justru Candra Ibrahim akan berlaga ke provinsi. 
Untuk mengupas berbagai pertanyaan ini, POSMETRO melalu program rutinnya, Metro Forum mencoba menggali. Melalui diskusi hangat yang mengalir santai, Selasa (29/10/2019) di Lim Kopi, Batam centre, Candra Ibrahim bersama timnya menjelaskan semuanya. 
“Sebenarnya mau kemana? Yang menarik begini,” ujar Candra mengawali diskusi yang dipandu oleh GM POSMETRO Haryanto. “Saya sebagai orang media. Wartawan. Beberapa tahun belakangan bergerak di bidang usahannya. Di tempatkan di bisnisnya. Tentu tahu banyak soal ilmu marketing, ilmu gimmick, ilmu manajemen,” ujarnya melanjutkan.
Ketika nama Candra Ibrahim muncul di tiap media cetak mau pun online, foto-fotonya terpampang di baliho-baliho pinggir jalan dan menghadiri berbagai kegiatan kemasyarakatan. 
Tentulah banyak yang bertanya, apalagi ini mendekati masa Pilkada. “Ketika sudah banyak yang bertanya, ini salah satu ukurannya. Promosi atau gimmicik yang tim kami lakukan, sudah mulai ada hasilnya,” kata Candra.

Artinya kemunculan Candra ini sudah sangat menarik perhatian masyarakat. “Sebenarnya, kita mengalir saja. Mau kemana kita? Tergantung situasi politik. Karena sangat dinamis. Tergantung perkembangan parpol di pusat. Kemarin semua menunggu pelantikan presiden, dan pembentukan kabinet. Ini sangat pengaruh dengan pilkada. Memengaruhi konstelasi Pilkada,” Candra menjelaskan.
Jadi Candra bermaksud untuk mengkitu Pilkada yang kansnya paling masuk. Apakah di Batam, provinsi atau di Natuna. “Kita lihat di saat terakhir. Kami sudah turun di semua segmen. Tim semua bergerak. diskusi sering terjadi. Di Batam juga seperti itu,” tutur Candra.
Nah, niat awal memutuskan untuk bertarung di Pilkada 2020 nanti ini, menurut Candra bermula dari keinginan sahabatnya di Natuna. “Saya review kembali. Awalnya ada keinginan muncul dari teman-teman Natuna. Dari adik-adik mahasiswa Natuna. Ada usulan, kenapa kanda tidak pulang kampung memberikan sumbangsih pikiran atau tenaga untuk membangun Natuna,” Candra memaparkan ihwal awal munculnya keinginan masuk di dunia politik.  
Menurut Candra, usulan itu didiskusikan jauh sebelum bulan puasa. “Kenapa tidak balik ke Natuna. Karena kita prihatin, perkembangan Natuna sudah 20 tahun, tapi belum seperti yang diharapkan,” ujarnya mempertegas.
Tapi, Candra tak ingin keinginan ini hanya sekedar ide keresahan dari rekan-rekan mahasiswa Natuna saja. Ia coba menggali lebih jauh. Candra mengajak teman-teman mahasiswa Natuna ini untuk mencari tahu keinginan masyarakat Natuna lebih luas. 
Bagaimana harapannya terhadap Natuna. Terhadap pemimpin yang bisa membawa Natuna lebih maju lagi. “Ternyata keinginan tidak hanya dari mahasiswa. Tapi juga dari tokoh masyarakat. Ini dari pernyataan para tokoh Natuna yang ada di Batam. Kalau bisa pulang, pulanglah,” tutur Candra. 
Kemudian wacana ini terus bergulir. Hingga akhirnya Candra pun coba menyampaikan dan mendiskusikan kepada rekan-rekan yang berada di organisasi yang ia pimpin, PWI. 
“Saya bertanya. Teman-teman ada aspirasi dari Natuna, bagiamana ke depan,” ujar Candra
Hingga akhirnya, Candra pun ditanya soal keseriusan. Bahkan ada tantangan lebih. Maju untuk Batam. “Kalau ada dukungan saya serius,” kata Candra.
Di balik kesederhanaa ide ini, menurut Candra ada pesan moril. “Ada muncul dua opsi. Batam atau Natuna. Toh nama­nya usaha, karena kita tak punya partai,” ujarnya. 
Akhirnya ide-ide dan proses menunjukkan keseriusan Candra maju ke Pilkada Natuna dan Batam bergulir. Berjalan terus. Sambutan datang. Bahkan dari gubenrur non aktif, Nurdin Basirun dan beberapa partai menyambut baik. Ada juga tokoh yang menyebut Pilkada 2020 Kepri akan menarik. 
“Tapi menurutnya ada yang menyebut saya lebih cocok di Batam. Akhir­nya bergulir terus dua-duanya,” tutur Candra.
Pertanyaan soal kemana Candra akan serius bertarung, masih menjadi pertanyaan. “Kemana saya berlabuh? Sangat bergantung dinamika politik akan datang. Ini bukan hanya peluang maju, tapi peluang menang,” tegas Candra. 
Jika tidak ada peluang? “Saya akan kembali ke habitat saya, di Media. Di wartawan,” imbuhnya. 
Di dunia jurnalistik, Candra sudah berkecimpung selama kurang lebih 25 tahun, dari sejak di Pekanbaru, di Riau Pos. 
“Di Batam saya dari 2004. Saya merasa hanya berada di belakang meja. Dan wartawan selalu diajak diskusi untuk masalah politik. Sekarang ada kesempatan. Menagapa kita tidak mengambil kesempatan itu,” paparnya. 
Dijelaskan Candra, di dunia politik juga sudah banyak contoh dari wartawan yang juga berjuang di politik dan berhasil. 
Artinya wartawan juga punya kesempatan dan kemampuan untuk itu. Dikatakan Candra, wartawan itu mengerti sedikit tentang banyak hal.
“Kenapa orang naik panggung, kita kok nggak mampu. Ketika saya jadi maju, terus berhasil misalnya. Mudah-mudahan jadi motivasi. Wartawan tidak pernah besar, hanya terus membesarkan orang lain. Sekarang ada kesempatan untuk kita membesarkan wartawan itu sendiri,” Candra menuturkan.
Candra yakin punya kemampuan untuk itu. Dunia bisnis dan jurnalistik memang berbeda dengan dunia politik. “Tapi saya yakin bisa belajar untuk memasuki dunia politik,” katanya. 
Sekarang, yang juga menjadi pertanyaan, mengapa Candra tertarik jadi kepala daerah? Apa modal Candra?
Dijelaskan Candra, sebagai orang yang tidak punya partai, harus punya modal lain yang lebih memiliki daya tarik. “Modalnya popularitas, elaktabilitas, dan tas- tas yang lain seperti isi tas,” Candra menjelaskan sambil disambut tawa peserta diskusi saat itu. “Tapi saya bukan penganut paham terakhir itu,” imbuhnya. 
Karena Candra memiliki keyakinan, sehebat apa pun orang, sekuat papun modal isi tas, jika popularitas dan elektabilitas ini tak dimiliki, partai pun tidak akan melirik.
Saat ini, popularitas dan elektabilitas sudah Candra ciptakan. Terbukti, namanya yang menjadi pembicaraan dan berbagai kegiatan sosial masayarakat yang dihadiri, membuat nama Candra Ibrahim wajib diperhitungkan lawan politiknya. 
“Jika sudah punya modal ini, kita bisa menawarkan ke partai politik sebagai perahu. Itulah yang membuat saya berani melakukan ini. Tentu bukan tanpa resiko. Saya harus meletakkan jabatan sebagai dirut di Batam Pos dan Ketua PWI. Saya juga punya posisi lain, sampai hari ini masih tercatat sebagai dewan pengawas di RSUD EF,” ujarnya. 
Yang tak lepas dari pertanyaan banyak orang, apakah Candra punya modal isi tas? “Pernyataan ini susah-susah gampang dijawab. Tentu saja untuk bergerak personal, tim, harus punya modal minimal untuk pergerakan tim. Jadi saya harus menggunakan sumberdaya yang saya punya. Tapi itu biasa saja. Itu investasi,” tuturnya. 
Bagimana kelak nanti untuk mengambil partai menjadi perahu menuju arena Pilkada? Dijelaskan Candra, terbukti saat ini ada juga partai yang tidak perlu mahar. Nasdem misalnya. Saat Candra mendaftar sebagai peserta Pilkada di Nasdem, pengurus partai mempertegas tanpa mahar dan bila ada oknum Nasdem yang meminta itu, segera dilaporkan. “Jadi harus dibedakan, antara mahar politik dan cost politik,” kata Candra.
Candra hanya berharap, deng­an teman-teman di PWI, IJTI, AJI, PFI untuk mendukung. “Karena saya dari wartawan juga. Soal bisnis itu juga urusan media masing-masing,” ujarnya. 
Terlepas dari semua modal yang dimilik Candra mulai popularitas, elektabilitas dan isi tas tadi, dikatakan Candra banyak pula yang bertanya meng­apa mendaftar ke PDIP. “Apa salah saya ke PDIP? Kebetulan PDIP buka paling awal. Masa saya tidak ambil peluang itu sebagai orang non partai. Partai lain belum buka waktu itu. 
Akhirya terbukti, saat Golkar, Nasdem membuka, saya juga mendaftar. Ini saya rasa tidak masalah sebagai seorang non partai. Semua saluran akan saya gunakan, untuk mewujudkan ini,” paparnya. 
Dijelaskan Candra politik sangat dinamis. Diskusi biasa terjadi, komunikasi bisa saja terjadi antar partai. Tapi belum tentu bertemu dalam koalisi.
Di luar masalah komunikasi politik Candra terhadap sejumlah partai, yang harus menjadi perhatian saat ini, adalah justru kalangan mellenial. Kaum muda yang mulai jenuh dengan berbagai persoalan politik. Menyadarkan mellenial untuk ikut melirik politik sebagai saluran untuk memajukan sebuah daerah. Dari kalangan muda inilah Candra memulai. Merangkul mellenial bersama-sama membawa Batam kembali berjaya. Atau pulang kampung halaman, menata Natuna. (***)

Advertisement

Trending